Senin, 01 Juni 2009

SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA


Anakku….

Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras

menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi

matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu,

seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat

memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan

psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku

jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi

kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat

didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata

kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku

demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin

melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun

berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian

tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap

bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak

diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui

telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu

ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat

anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering

melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu

semakin susah melakukan gerakan.

Anakku…

Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih

kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu.

Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan

rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu

enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu,

mana upah Ibu selama ini ?

Anakku..

Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh

untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus

duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat

yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang

lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun

akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati

melakukannya,

Anakku…

Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya

diriku…

Anakku…

Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari

jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada

keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah,

kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..

Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air

mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau

ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, "Barangsiapa beramal shalih maka

itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga)

menjadi tanggungannya sendiri".

Anakku…

Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang

sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah

persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah

belaian sayang dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah….

Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : "Wahai, Rabbku, sayangilah

mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil".

Anakku…

Allah berfirman:

"Artinya : Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang

berakal" [Yusuf : 111]

Pandanglah masa teladan dalm Islam, masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang

tua.

KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA

Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega

menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini

dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai

kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : "Cukup…

Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan". Sang anak menimpali :

"Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!".

Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : "Suatu hari

istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang

terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat

musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi

pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku

semakin buruk. Annaku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah

sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu

tidak pernah lagu menemuiku"

Apakah kita termasuk anak yang "Berbakti kepada Orang Tua".. ???

Tidak ada komentar:

Laman