Senin, 22 Maret 2010

KEGIATAN SEMINAR NASIONAL POTENSI LUAR BIASA SEJUTA ANAK CERDAS ISTIMEWA INDONESIA

A. Pendahuluan
Pada hakekatnya, pendidikan adalah proses dan wahana bagi pembentukan diri seseorang secara keseluruhan dan kesadaran. Oleh karena itu, pendidikan menjadi hak dari setiap individu dalam usaha menjadikan manusia lebih beradab dan maju.
Salah satu yang berhak untuk mendapatkan layanan tersebut adalah anak yang termasuk dalam kategori Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI). mereka tidak saja berhak mendapatkan pendidikan, namun juga berhak mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter mereka. Sebagaimana dijamin dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no.23 tahun 2003, pasal 5 ayat 4 yang berbunyi : “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus”.
Pendidikan khusus atau layanan khusus ini pada dasarnya adalah upaya untuk memenuhi memaksimalkan potensi yang mereka miliki sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi kehidupan dirinya, keluarga, masyarakat dan negara. Karena bila hal itu tidak dilakukan, tidak mustahil keberadaan mereka tidak saja menjadi sia-sia, namun juga bisa menjadi masalah dikemudian hari.
LAPORAN KEGIATAN SEMINAR NASIONAL
POTENSI LUAR BIASA SEJUTA ANAK CERDAS ISTIMEWA INDONESIA
(Bagaimana Kita Membantu Mewujudkannya)

B. Waktu pelaksanaan
Hari/tanggal : Selasa/ 23 Februari 2010
Tempat : Ruang Sumba Hotel Borobudur jalan Lapangan Banteng Selatan, Jakarta.
Waktu : 08.00 – 15.30 wib

C. Pemateri :
Pemateri diisi oleh berbagai kalangan yang peduli dengan keberadaan anak CIBI diantaranya adalah :
1. Prof. Johannes Surya yang memaparkan tentang potensi yang bisa digali oleh keberadaan anak CIBI.
2. Prof. Komarudin Hidayat dengan paparan hakekat pendidikan dan berbagai teori yang melatarbelakangi adanya layanan pendidikan bagi anak CIBI.
3. Antonius Tanan Rektor Ciputra Entrepreneurship University yang berbicara tentang pentingnya mengajarkan jiwa entrepreneurship kepada anak CIBI.
4. Dipandu oleh moderator Soegeng Sarjadi dari SS Syndicate.
Acara lengkap Terlampir

D. Acara :
Terlampir

E. Peserta :
1. Para akademisi yang peduli terhadap anak CIBI
2. Para praktisi pendidikan (guru, kepala sekolah dan mahasiswa)
3. Para siswa CIBI
4. Pengusaha dari berbagai perusahaan nasional dan internasional

F. Penutup :
Demikian laporan ini disampaikan sebagai pertanggungjawaban dari penulis setelah mengikuti kegiatan seminar tersebut. Seminar tersebut telah mampu menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang keberadaan dan potensi anak cerdas istimewa.
Semoga laporan ini juga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan layanan pendidikan bagi anak CIBI.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Bandung, 25 Februari 2010
Yang membuat Laporan


Imam Wibawa Mukti,S.Pd
(Koordinator Progam Akselerasi SMP Taruna Bakti)

Selasa, 16 Maret 2010

MEMBENAHI KEBIASAAN BURUK DALAM RAPAT

Sebuah rapat diadakan untuk membahas suatu permasalahan atau sesuatu yang penting untuk dibahas dan diputuskan bersama. Jadi kalau hanya pengumuman dan menyelesaikan masalah yang bersifat pribadi, tidak perlu diadakan rapat.
Rapat adalah forum resmi yang diadakan untuk membahas sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sebuah institusi. Karena formal, maka rapat menjadi satu-satunya forum bagi penyelesaian masalah atau progam yang melibatkan banyak pihak dimana semua pihak bebas untuk melakukan saran, kritik dan menyampaikan pendapat secara terbuka, fokus dan lugas.
Namun sering kita mendapatkan sebuah forum rapat tidak menjadi ajang pembahasan untuk menemukan solusi, namun lebih cenderung menjadi ajang curhat dan memunculkan masalah baru. Curhat dari para pemimpin rapat atau peserta rapat dan membuat rapat menjadi tidak fokus, boros waktu bahkan menimbulkan konflik baru. Konflik baru bisa muncul ketika peserta dan pelaksana rapat tidak mempersiapkan rapat secara matang sehingga tidak mustahil materi yang dipaparkan belum memiliki landasan bukti, fakta dan data yang akurat.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya mencoba untuk menawarkan sebuah gambaran tentang apa saja bentuk kesalahan yang sering dilakukan dalam rapat, latar belakang mengapa suatu rapat bisa melenceng dari tujuan awal dan bagaimana cara mengatasinya.

APA SAJA BUDAYA BURUK DALAM RAPAT?
Ada beberapa tanda apakah suatu rapat akan berjalan dengan baik atau tidak. Hal itu bisa kita lihat baik sebelum rapat dimulai, ketika rapat dilaksanakan atau setelah rapat diakhiri. Hal ini penting diulas dengan harapan dimasa mendatang rapat menjadi sebuah kegiatan yang efektif dan efisien dalam mengatasi berbagai kendala atau masalah yang dihadapi sekolah.
Pertama, panitia rapat tidak bisa menetapkan target waktu rapat secara pasti.
Sebelum rapat di mulai, ada beberapa indikator apakah rapat akan berjalan dengan baik atau tidak, salah satunya adalah dengan mengamati surat undangan yang dibuat. Dalam undangan rapat, biasanya kita akan melihat alokasi waktu yang ditulis dalam undangan. Sering kita melihat :
Waktu : 14.00 WIB – selesai
Kata “selesai” diakhir alokasi waktu menunjukkan sebuah sifat dari tidak terencananya alokasi waktu yang akan dipergunakan dalam rapat. Kata selesai juga menunjukkan bahwa rapat ada kemungkinan bisa lebih cepat atau lebih lambat. Peserta akan dibuat bingung dalam mengatur kegiatan lainnya sementara pelaksana rapat itu sendiri sama sekali tidak mampu memasang target berapa lama rapat itu bisa selesai.
Dampak dari tidak jelasnya alokasi atau batas waktu rapat akan sangat memungkinkan rapat menjadi lebih lama dari ekspektasi peserta rapat itu sendiri. Setiap upaya mempercepat rapat akan dianggap sebagai sebuah kemalasan atau ketidaksetiaan terhadap proses rapat, padahal rapat yang baik tidak selamanya harus lama.
Lama atau sebentar relatif sifatnya, namun tentunya setiap institusi memiliki standar baku tentang waktu yang tepat untuk sebuah rapat. Misalnya, rapat kelulusan atau kenaikan kelas di sekolah akan lebih lama dibandingkan dengan rapat guru yang membahas acara atau program yang akan dilaksanakan. Setiap peserta rapat bisa memprediksikan berapa lama sebua rapat pantas dilaksanakan sehingga seharusnya pelaksana rapat pun bisa memperkirakan waktu yang akan dipergunakan dengan melihat seberapa urgent materi atauu topik yang akan dibahas.
Rapat yang dilaksanakan pada waktu istirahat harus memakan waktu 10 menit, karena bila lebih akan menanggu kegiatan belajar mengajar atau kegiatan kerja lainnya. Namun apabila rapat tersebut membutuhkan waktu lebih panjang, maka rapat lebih baik dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar atau jam kerja selesai. Apalagi bila ada rentang waktu yang cukup antara jam kerja sampai jam pulang seperti di sekolah, maka rentang tersebut bisa dimanfaatkan untuk rapat, terlepas dari suka atai tidak. Itu adalah kewajiban!
Prediksi batasan waktu sangat penting dalam pelaksanaan rapat karena dengan adanya prediksi batasan waktu yang jelas, maka setiap pemimpin dan peserta rapat dapat menyesuaikan dirinya dalam berpendapat, memberikan solusi atau sekedar mencurahkan gagasan. Hal ini juga bisa membatasi keinginan dari pelaksana atau peserta rapat untuk membahas materi diluar materi inti atau membahas sesuatu secara berlebihan atau dramatisasi kasus.
Namun bila dalam rapat terjadi perkembangan yang menuntut waktu tambahan maka pemimpin rapat bisa meminta persetujuan peserta rapat untuk menambah waktu rapat. Hal ini akan membuat peserta rapat bisa memahami keterlambatan atau mengantisipasi adanya keluhan dan ketidakpuasan dari peserta rapat.
Peserta rapat tentu akan memahami bila kuorum menyepakati tambahan waktu bila materi yang dibahas tersebut penting dan harus segera mengambil keputusan.
Kedua, tidak ada kejelasan tentang materi yang akan dibahas dalam rapat.
Dalam surat undangan kita sering membaca :
Acara : Rapat koordinasi
Koordinasi apa? Sebuah organisasi memiliki banyak unsur dan program yang dilaksanakan, sehingga ketika berbicara koordinasi saja maka luas lingkupnya terlalu luas. Bayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkoordinasikan semau asoek tersebut. Kalaupun hanya satu aspek yang akan dibahas, alangkah lebih baik bila disebutkan secara jelas di undangan rapat.
Ketidakjelasan pemberitahuan tentang materi rapat akan berdampak pada dua hal, pertama adalah membiarkan peserta rapat untuk tidak mempersiapkan apapun dalam rapat tersebut. Kedua, membiarkan guru membicarakan atau membahas apapun dalam rapat. Kedua-duanya akan berdampak tidak fokusnya rapat dalam membahas materi pokok. Dan akhirnya rapat memakan energi dan waktu yang sangat besar namun memiliki dampak dan hasil yang minimal.
Oleh karena itu penting bagi pelaksana dan pimpinan rapat untuk menjelaskan secara rinci tentang materi yang akan dibicarakan dalam rapat. Karena dengan pemberitahuan yang jelas peserta rapat bisa mempersiapkan materi yang akan dibahas, minimal dalam pikirannya. Peserta akan bisa memprediksi apa saja materi yang akan dibahas dan materi yang harus dipersiapkan.
Misalnya rapat diadakan untuk membahas persiapan sekolah dalam menghadapi Ujian Negara, maka peserta bisa mengendapkan materi tersebut dalam pikirannya, merekonstruksi kembali berbagai informasi yang berhubungan dengan UN bahkan bersiap untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan seputar strategi menghadapi UN.
Rapat yang diawali dengan kejelasan materi yang akan dibahas akan berdampak pula pada kontrol diri dari peserta rapat untuk menahan diri agar terhindar dari pembahasan yang tidak berhubungan dengan materi pokok.
Ketiga, persiapan sarana dan prasarana rapat
Tidak jarang kita melihat pelaksana atau pimpinan rapat mempersiapkan pengeras suara atau unit mulitmedia pada saat rapat telah memasuki waktu rapat atau bahkan ketika rapat sudah secara resmi dibuka. Tidak saja membuat waktu menjadi lebih lama, namun juga membuat konsentrasi rapat menjadi pecah. Penulis pernah mengalami hal tersebut dan hal itu berdampak pada konsentrasi saat memimpin rapat.
Oleh karena itu, minimal 15 menit sebelum rapat semua faktor pendukung telah pasti dapat digunakan secara maksimal sehingga rapat bisa dilaksanakan tepat waktu dan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Salah satu sarana yang sering luput juga adalah fasilitas rapat berupa alat tulis. Memang alat tulis merupakan tanggung jawab peserta rapat, namun tidak ada salahnya bila pelaksana rapat juga mempersiapkan beberapa alat tulis, seperti kertas dan pulpen. Hal ini akan mempermudah peserta rapat untuk mencatat beberapa hal penting dalam rapat sehingga bisa menjadi pegangan bagi peserta rapat bila ingin memberikan masukan atau saran.
Keempat, rapat terlambat dibuka
Keterlambatan pembukaan rapat akan berdampak pada “molornya” waktu rapat secara keseluruhan. Oleh karena itu, semua pihak harus menyadari bahwa rapat akan berjalan dengan baik dan tepat waktu bila peserta datang tepat waktu dan pelaksana rapat membuka rapat juga tepat waktu. Mungkin kita sering mengeluh rapat sering memakan waktu yang lama, tanpa menyadari bahwa salah satu pihak yang berperan dalam keterlambatan itu adalah kita sendiri.
Keterlambatan pembukaan rapat biasanya disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
Pertama, peserta yang hadir belum memenuhi kuorum. Dari 20 orang yang di undang namun yang hadir baru 7 orang sering dianggap belum memenuhi kuorum, padahal apabila rapat tidak untuk membuat sebuah keputusan yang mempergunakan berita acara hal tersebut tidaklah diperlukan. Rapat bisa langsung dibuka walaupun peserta rapat belum memenuhi kuorum. Hal ini untuk membiasakan peserta untuk selalu hadir tepat waktu. Bukalah rapat segera, maka berangsur-angsur peserta akan hadir dan rapat tidak menjadi terlambat.
Kedua, ketidaksiapan sarana prasarana. Hal ini sering terjadi untuk rapat dalam skala kecil dan hanya melibatkan pihak internal. Mempersiapkan pengeras suara, alat tulis, proyektor, komputer atau sekedar mencari kursi tambahan, sering membuat rapat menjadi lambat.
Semua itu bisa diantisipasi dengan mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin sehingga 15 menit sebelum dimulai, semua sarana dan prasarana rapat sudah dijamin tersedia dan bekerja dengan baik. Kelengkapan sarana dan prasarana menjadi syarat mutlak bagi berhasilnya sebuah rapat yang berkualitas, efektif dan efisien.
Kelima, materi tidak dibahas secara sistematis dan fokus
Idealnya sebuah rapat diadakan untuk membahas sebuah masalah yang urgent. Hal ini untuk lebih memfokuskan pembahasan sampai tuntas, namun sering kita mengalami rapat diadakan untuk membahas banyak hal.
Rapat yang membahas materi luas dan banyak, membutuhkan sebuah pengelolaan yang cerdas, dari mulai waktu, sarana dan kemampuan pemimpin rapat untuk berkomunikasi secara efektif dan tegas. Ketidakmampuan pemimpin rapat dalam mengelola rapat sering membuat rapat kemudian menjadi bias dan tidak tuntas dalam membahas sebuah masalah.
Untuk itu perlu ditekankan penjelasan yang detail tentang satu persatu masalah yang akan dibahas dan tidak membahas materi bila belum sampai pada waktunya. Karena hal itu akan membuat peserta rapat menjadi bingung kemudian tidak bisa menyimpulkan hasil rapat dengan baik.
Pemimpin rapat seyogyanya mampu membuat skala prioritas dari materi yang akan dibahas sehingga rapat bisa menyelesaikan materi secara tuntas berdasarkan tingkat kepentingannya. Dengan demikian maka rapat bisa menghasilkan keputusan secara baik, sistematis dan tuntas. Kalaupun ada penundaan rapat, hal tersebut tidak membuat materi pokok menjadi terbengkalai.
Suatu materi dapat dikatakan tuntas bila sudah ada kejelasan dari kesimpulan atau keputusan yang diambil, dan hal itu harus menjadi catatan dalam notulensi rapat yang akan disebarkan kepada peserta rapat.
Lebih parah lagi seandainya rapat dijadikan ajang curhat peserta dalam menjalani pekerjaannya selama ini. Ajang curhat ini akan nampak jelas bila rapat tidak memiliki agenda acara yang jelas, tidak menentukan batasan materi dan tidak memiliki kejelasan tr-arget waktu.
Curhat adalah mengeluarkan semua isi hati, baik itu kepuasan, ketidakpuasan, kekesalan atau hanya sekedar membicarakan hal-hal kecil dan tidak perlu disampaikan dirapat. Misalnya tentang kesibukan salah satu peserta rapat dalam menegakkan disiplin siswa dan menganggap selama ini dirinya saja yang melakukan hal tersebut. Hal ini diucapkannya berulang-ulang dalam rapat yang berbeda. Atau seorang pimpinan yang merasakan ketidakharmonisan hubungan kerja di tempat kerjanya, lalu menyampaikan beberapa contoh yang dia perhatikan dalam keseharian, namun tidak mampu memberikan solusi yang tepat untuk hal itu.
Curhat juga bisa dilihat dari tingkat emosi yang terlihat ketika peserta rapat menyampaikan pendapatnya. Kekesalan atau kekecewaan akan nampak dalam nada suara, mimik muka atau gerak tubuhnya. Hal ini akan membuat suasana rapat menjadi tegang dan tidak terkendali.
Cara mengatasi hal ini, pemimpin rapat bisa menurunkan irama rapat untuk lebih santai dan membawa rapat kembali fokus kepada materi utama dengan memberikan penjelasan ala kadarnya bahwa semua yang disampaikan akan menjadi catatan khusus. Curhat yang tidak jelas harus segera dihentikan tanpa harus mengabaikannya. Hal tersebut membutuhkan keterampilan pemimpin rapat dalam berkomunikasi.
Enam, lemahnya kemampuan komunikasi dari pemimpin rapat
Rapat adalah bagian dari bentuk komunikasi antara banyak pihak untuk menyamakan persepsi, masalah dan menemukan solusi bersama. Oleh karena itu sering kita alami dimana rapat menjadi kacau karena pemimpin rapat tidak memiliki kapasitas komunikasi yang baik.
Komunikasi meliputi bahasa tubuh, lisan dan respon serta pemilihan kata yang tepat dalam menyampaikan ide dan pendapat. Sengaja saya hanya fokus pada pemimpin rapat karena “palu” ada ditangan pemimpin rapat. Maka pemimpin rapat bertanggungjawab pada kelancaran rapat tersebut.
Tidak jarang kita melihat pemimpin rapat berbicara secara panjang lebar sehingga peserta rapat tidak mampu memahami pokok pembicaraannya dengan baik. Peserta rapat bisa berbeda pandangan, persepsi dan mengambil inti sari bila pemimpin rapat tidak mampu berkomunikasi dengan lugas dan tegas.
Ada juga pemimpin yang tidak bisa membaca respon yang diberikan peserta rapat. Peserta rapat sangat mungkin ada yang tidak mengerti namun tidak memiliki keberanian untuk langsung bertanya dan akhirnya membuat kesimpulannya sendiri. Atau peserta tidak puas terhadap apa yang disampaikan pemimpin rapat, maka pemimpin harus segera menetralisir hal tersebut dengan membuka forum tanya jawab sesegera mungkin untuk menghindari klimaks ketidakpuasan peserta rapat. Banyak buku teori yang membahas tentang komunikasi baik itu yang bersifat lisan maupun komunikasi melalui bahasa tubuh, namun tidak semua orang mampu memahami dan menjalankannya karena sangat tergantung pada pola kepemimpinan yang dianut seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar.
Dibutuhkan “jam terbang” yang cukup tinggi untuk bisa membuat seorang pemimpin rapat mampu mengelola rapat melalui komunikasi yang baik, elegan dan tegas.
Ketujuh, rapat sering membahas hal yang tidak berbentuk fakta, data dan bukti
“katanya”, “bisik-bisik”, “menurut informasi yang saya terima”, “berdasarkan SMS gelap yang masuk”, “atas laporan orang tua siswa/pelanggan”, “menurut kabar yang saya terima”, sering kita dengar dalam sebuah rapat formal.
Apa yang ada dalam benak kita ketika pemimpin atau peserta mengemukakan kata-kata atau kalimat diatas? Perlukah kita menanggapinya secara berlebihan lalu terjebak dalam sebuah diskusi atau debat kusir untuk membahas hal tersebut?
Perlu diingat, peserta dan pemimpin rapat harus mampu membatasi dan memisahkan mana yang menjadi data, fakta, atau bukti otentik yang layak dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dalam rapat dengan pernyataan-pernyataan subjektif, mentah dan tidak berdasar. Bukti, fakta dan data harus menjadi acuan utama dalam membahas suatu permasalahan supaya hasil yang dibuat pun tidak bersifat mentah dan tidak utuh.
Ketika kita akan membahas tentang perilaku siswa di kelas, guru hanya perlu menyampaikan fakta, pengalaman empiris dan bukti atas apa yang dilakuka oleh seorang siswa tanpa harus membeberkan berita anak dalam kesehariannya yang berdasarkan katanya atau menurut berita yang saya terima karena hal itu tidak relevan untuk disampaikan di forum. Atau ketika akan membuat strategi pemasaran, peserta rapat diwajibkan untuk mempersiapkan data yang lengkap dan terukur dalam menyampaikan prediksi, saran dan masukan. Hal ini akan meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Ketujuh, tidak ada kesimpulan dan notulensi hasil rapat
Ini sering terjadi bila rapat tidak disertai oleh sekretaris rapat atau notulen rapat. Berakhirnya rapat karena faktor waktu yang sudah melebihi target yang ditetapkan dan akhirnya peserta memilih mempercepat rapat dengan tergesa-gesa. Pemimpin rapat akhirnya menutup rapat tanpa membuat sebuah kesimpulan atau membacakan hasil akhir rapat tersebut.
Peserta rapat terdiri dari beberapa tipe, diantaranya tipe pengikut, tipe pemberontak, tipe penggembira maupun tipe tidak peduli. Semua tipe tersebut memiliki karakter yang berbeda dalam memandang sebuah keputusan, jalannya rapat atau tanggapannya atas hasil rapat.
Dengan adanya kesimpulan dan notulensi rapat maka hal itu akan meminimalisir terjadinya kesalahpahaman dari hasil rapat yang dibuat karena peserta dapat mendengarnya secara lebih fokus, kemudian membacanya secara jernih. Dengan demikian mereka akan memahami hasil rapat dengan lebih baik.

Demikian tulisan ini saya buat untuk memberikan sedikit pencerahan bagi penulis sendiri atau untk semua pihak yang sering terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Semoga tulisan ni jga mampu menjadi kajian diskusi rekan-rekan yang lain untuk menjadikannya sebagai pedoman bersama bagi kelancaran rapat dan pelaksanaan program.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kemajuan organisasi yang kita kelola. Semoga!

REVOLUSI BUDAYA KERJA DI TARUNA BAKTI


Setiap tempat kerja memiliki karakternya masing-masing sehingga melahirkan, membangun dan mengembangkan sebuah budaya kerja yang berbeda satu sama lain.  Ketika manusia hidup dalam kelompok dan hidup bersama, bekerja menjadi bukti aktualisasi diri dalam berperan dikelompoknya. 


SELINTAS TENTANG SEJARAH KERJA
Kerja menjadi ajang pembuktian diri dalam menempatkan dirinya dalam komunitas.  Setiap anggota kelompok memposisikan dirinya sedemikian rupa untuk mendapatkan pengakuan dari anggota lainnya.  Dan yang pasti, semua anggota pasti memiliki perannya masing-masing.  Kerja adalah aktualisasi diri.  Jangan heran bila sampai saat ini, di Kerajaan Yogyakarta masih ada orang yang mau menjadi abdi dalem mengabdi kepada raja walau hanya dibayar belasan ribu sebulan.
Namun sejarah terus berputar dan budaya kerja mengalami perubahan dari masa kemasa.  Mulai dari bentuk perbudakan, penjajahan, kapitalisme dan globalisasi seperti saat ini, budaya kerja pun mengalami pergeseran bentuk dan nama.  Budaya kerja atas dasar kesadaran berubah menjadi atas dasar keterpaksaan, penghambaan, sekedar bertahan hidup, menjadi pekerja dan robot industri kemudian sampai pada munculnya kesadaran akan pentingnya memanusiakan manusia melalui dunia kerja mulai tumbuh.
Sekarang, dengan alasan efektifitas dan efisiensi, integritas dan loyalitas, kendali mutu dan kualitas kerja, manusia terjebak dalam sebuah penindasan baru.  Sekarang penindasan tidak lagi lahir dari faktor eksternal pekerja namun juga lahir dari ambisi pribadi.  Bekerja berubah menjadi sarana untuk merebut dan menguasai semua karena setiap individu diberi kebebasan untuk mengembangkan kemampuan dirinya semaksimal mungkin. Dan tidak jarang segala cara dihalalkan untuk mencapai tujuan pribadi.
Budaya kompetitif menjadi bagian dari dunia kerja.  Target dan sistem menjadi acuan keberhasilan dalam bekerja.  Berbagai aturan baku dan kaku merubah manusia menjadi mesin-mesin produksi yang sudah di-setting sejak bangun tidur sampai tidur kembali.  Produktivitas menjadi tolak ukur hubungan manusia dengan pekerjaannya.
Hubungan kemanusiaan menjadi rigid, kering dan hambar.  Struktur organisasi menjadi gambaran hubungan kemanusiaan yang terpisah dan terpilah dalam status dan kasta modern yang memasung kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam dunia kerja.  Jangan harap ada ungkapan dan obrolan yang dilandasi kejujuran ketika budaya kerja dibalut oleh saling mencurigai satu sama lain.  Jangan berharap ada sapaan tulus dipagi hari ketika yang ada dalam benak semua pekerja adalah ambisi dan kerakusan yang diselubungi oleh ketakutan akan tercerabutnya posisi dan prestise dari dirinya.  Jangan bermimpi untuk mendapatkan hubungan kemanusiaan ketika suasana kerja dipisah oleh status dan posisi kaku yang tergambar dalam organigram.

Demikian pula pada tataran dunia sekolah, khususnya SMP Taruna Bakti tidak lepas dari pengaruh budaya kerja yang terbangun dalam setiap sendi sebagai sebuah organisasi.  Sekolah sebagai sebuah institusi yang terjalin dalam hubungan kerja dan personal sangat penting untuk memperhatikan budaya kerja yang terbangun sehingga pada akhirnya akan menentukan tingkat keberhasilannya dalam memberikan layanan jasa pendidikan kepada masyarakat.
Sekolah bukan lembaga imun dari pengaruh perkembangan ilmu manajemen dan organisasi, termasuk budaya kerja itu sendiri.  Ketidakpedulian semua pihak akan pentingnya membangun budaya kerja yang baik akan berdampak langsung kepada suasana kerja, pencapaian target dan kualitas layanan itu sendiri dan pada akhirnya akan menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan.

REVOLUSI BUDAYA KERJA DI SMP TARUNA BAKTI
Kini banyak perusahaan merombak total budaya kerja yang menenggelamkan nilai-nilai kemanusiaan menjadi budaya yang penuh dengan nilai-nilai penghargaan terhadap manusia.  Pemilahan antara hubungan kerja dan hubungan kemanusiaan kemudian ditata ulang.  Kewibawaan seorang atasan tidak akan berkurang bila dirinya melakukan hubungan dengan bawahannya secara langsung.  Loyalitas dan integritas tidak lagi dibangun dalam bentuk perintah dan pemaksaan, namun dibangun atas dasar kesadaran.  Dan semua harus disadarkan bahwa hakekatnya, pemanusiaan nilai dalam budaya kerja tidak saja mengembalikan hakekat kemanusiaan, namun juga berdampak langsung pada tingkat produktifitas, loyalitas dan integritas.
Budaya kerja adalah sekelompok pikiran atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat. (Budi paramita, Masalah Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia. 1989).  Dimana budaya kerja akan berhubungan dengan kesukaan akan kerja dibandingkan kegiatan lainnya atau semata-mata bekerja hanya untuk sekedar menjalankan kewajiban dan terpaksa untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup.
Pikiran dan program mental seseorang dalam bekerja akan mempengaruhi dirinya dalam memperlakukan diri dan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan menentukan integritas dan loyalitasnya pada pekerjaan tersebut.  Kemudian pikiran dan program mental itu akan tergambarkan dalam kinerja yang dihasilkan dan diperlihatkan.  Budaya setiap pribadi akan menjadi terakumulasi menjadi sebuah budaya kerja dalam institusi. 
Bila sebuah institusi, dasar terbangunnya budaya kerja atas dasar rasa takut, paksaan dan ketidaknyamanan atau ketidakamanan maka budaya kerja di institusi tersebut akan dilandasi oleh rasa saling curiga, dipenuhi desas desus, intrik dan polemik.  Namun bila budaya kerja dibangun atas dasar hubungan kemanusiaan, sistem yang kuat, jelas, cepat dan pasti maka budaya yang dibangun akan dilandasi oleh saling rasa percaya, rasa nyaman dan aman serta dilandasi kesadaran untuk mencintai pekerjaannya sebagai pengabdiannya kepada kemanusiaan dan ketuhanan.
Demikian juga di SMP Taruna Bakti, perlu dibangunnya sebuah budaya kerja yang dilandasi oleh kesadaran dari semua pihak yang terlibat didalamnya.  Sebuah kesadaran akan hakekat diri, pekerjaan dan hubungan kemanusiaan didalamnya untuk melahirkan sebuah komunitas kerja yang saling mendukung, menghormati dan menghargai setiap pekerjaan yang dilakukan. 
Kesadaran ini penting sebagai upaya menangkal adanya kerapuhan dan kebobrokan sistem karena tidak adanya kesadaran penuh dari elemen unit SMP untuk bisa menjalin sebuah hubungan kerja yang jujur, transparan dan bertanggung jawab.
Untuk itu tidak cukup hanya dengan sebuah evolusi atau menyerahkan segalanya kepada nasib.  “Mengalir seperti air” tidak lagi layak menjadi pedoman dari sebuah institusi besar seperti SMP Taruna Bakti.  Sekarang, sudah waktunya untuk “Berenang melawan arus air yang keruh dan kotor karena semakin ke hulu, air semakin bersih dan jernih!”.  Evolusi dan menunggu kesadaran dari setiap orang yang terlibat, akan sangat membutuhkan waktu yang sangat lama, sementara tantangan dan rintangan akan semakin besar dan sulit.
Sekarang kita harus melakukan sebuah revolusi kesadaran budaya kerja!!!

TEORI X DAN Y
Dalam ilmu manajemen kita mengenal adanya teori yang disebut dengan teori X dan Y.  teori ini berbicara tentang tipe-tipe manusia sebagai unsur penting dalam sebuah organisasi.  Teori X menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang selalu ingin menegakkan kebenaran, berbuat baik, loyal, setia, rajin, berprestasi dan mencurahkan kemampuannya untuk memberikan yang terbaik dalam hidupnya. Sementara teori Y menyatakan bahwa, manusia juga cenderung bisa menjadi makhluk yang egois, agresif, serakah, tidak setia, malas, pendendam dan cenderung tidak menyukai keberhasilan orang lain.
Kecenderungan mana yang dominan dalam pribadi setiap individu yang terlibat dalam sebuah institusi akan berdampak pada budaya kerja yang terbangun didalamnnya.  Kita bisa membayangkan budaya kerja yang terbangun bila manusia yang terlibat adalah tipe-tipe Y dan budaya seperti apa yang akan terbangun bila manusia yang terlibat adalah tipe X.
Manajemen harus bisa mengakomodasi dan mengantisipasi kedua jenis tipe manusia tersebut.  Manusia bisa berubah dari tipe X menjadi tipe Y dan begitu juga sebaliknya.  Sistem dan manajemen harus mampu memelihara manusia-manusia tipe X dengan memberikan reward yang pantas sebagai bentuk kepedulian dan penghargaan, sementara punishment harus mampu mengatasi perilaku manusia tipe Y dan segera merubah diri menjadi lebih baik.  Bila sistem yang dibangun tidak mampu menjaga tipe X dan justru memelihara manusia tipe Y, maka kehancuran tinggal menunggu waktu.
Pada hakekatnya, reward adalah bentuk penghargaan dari institusi kepada setiap individu yang mampu menjaga dirinya untuk tetap mengabdi dengan segala kebaikannya.  Banyak pihak yang lupa untuk menghargai kebaikan namun justru lebih memfokuskan dirinya untuk memperbesar dan mencari-cari kesalahannya. 
Reward juga tidak selalu dalam bentuk materi-atau lebih kasar, uang- namun juga dalam bentuk perhatian, ucapan, tepukan, salam, dan sekedar ucapan terima kasih.  Manusia adalah makhluk yang diberikan Tuhan sebuah atribut harga diri, dan bila harga diri disentuh dengan nuansa kemanusiaan maka akan melahirkan sebuah energi positif pada dirinya.
Sudah tidak menjadi model lagi, kita mengharapkan kesadaran loyalitas dan integritas hanya dari “kesadaran” semata.  Menunggu setiap individu untuk sadar dan berubah atas landasan agama, budaya atau etika semata hanya akan membuat sistem tidak mampu berjalan.  Karena pada hakekatnya, manusia sendiri memiliki interpretasi, sudut pandang dan paradigma yang berbeda dalam memandang sebuah loyalitas, integritas dan tanggung jawab.  Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyak faktor, seperti budaya, keagamaan, keluarga dan pola didik dimasa lampau.
Sudah saatnya SMP Taruna Bakti membangun sebuah sistem untuk memberikan reward yang tepat, cepat dan pantas kepada semua pihak yang terlibat didalam organisasi ini untuk tetap menjaga segala sesuatu yang positif.  Jangan memandang reward sebagai sebuah pemborosan, pemanjaan dan sebuah hal yang sia-sia!  Ini adalah sebuah budaya positif yang bisa berdampak langsung dalam pembentukan karakter manusia yang bekerja.
Bila setiap individu mulai menyadari bahwa kelebihan dan kebaikannya selama ini diapresiasi dengan baik, maka tidak mustahil justru akan melahirkan energi yang berlipat dalam menjalankan pekerjaannya.
Punishment adalah sebuah “penghargaan” atas sebuah sifat dasar manusia yang juga tidak luput dari alpa, lupa dan khilaf.  Sebuah punisment yang dilandasi rasa hormat dan tegas akan melahirkan sebuah budaya yang akan memperkecil kesalahan dan kealpaan tersebut dan tidak menjadikan kealpaan sebagai pembenaran atas kesalahan yang diperbuatnya.
Reward dan punisment adalah dua sisi mata uang yang melekat pada sebuah manajemen dan organisasi sebagai bentuk layanan dan akomodasi atas dua sisi sifat manusia itu sendiri.  Kesalahan dalam menentukan dan menjalankan kedua hal tersebut akan sangat berpengaruh pada budaya kerja yang terbangun.

ETIKA KERJA
Berbicara tentang kesadaran bekerja tidak bisa lepas dari etika kerja.  Kesadaran etik merupakan sebuah pengalaman mental yang terjadi dalam diri seseorang tatkala dihadapkan pada berbagai pilihan, kebebasan bertindak dan tanggung jawab dari setiap keputusan yang diambil.
Etika berbicara tentang baik dan buruk, kondisi ideal dan kenyataan.  Tidak berbicara masalah fakta yang terjadi karena apa yang terjadi tidak selamanya baik.  Dan yang baik belum tentu menjadi sebuah fakta yang dijalankan.
Kerja adalah rahmat, aku bekerja tulus penuh syukur.
Kerja adalah amanah, aku bekerja benar penuh tanggung jawab.
Kerja adalah panggilan, aku bekerja tuntas penuh integritas.
Kerja adalah aktualisasi, aku bekerja penuh semangat.
Kerja adalah ibadah, aku bekerja serius penuh kecintaan.
Kerja adalah seni, aku bekerja kreatif penuh sukacita.
Kerja adalah kehormatan, aku bekerja tekun penuh keunggulan.
Kerja adalah suci, aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.

PRINSIP KERJA
Adalah pedoman, anggapan dasar, kepercayaan dasar yang terbentuk melalui pengalaman dan mengendap sebagai sebuah pendirian dan anggapan.  Prinsip kerja yang dibangun oleh setiap orang menjadi berbeda satu sama lain.
Perbedaan ini akan membuat orang berperilaku berbeda, namun selama hal itu tidak menyimpang dari visi dan misi institusi.  Beberapa prinsip atau pendirian tentang kerja adalah:
Kerja adalah hukuman
Kerja adalah pengabdian kepada kekuasaan
Kerja adalah beban
Kerja kewajiban
Kerja dalah sumber penghasilan
Kerja adalah kesenangan
Kerja adalah status
Kerja adalah gengsi
Kerja adalah harga diri
Kerja adalah aktualisasi diri
Kerja adalah panggilan jiwa
Kerja adalah hakkerja adalah hidup
Kerja adalah individu
Kerja adalah suci
Prinsip kerja yang dipegang oleh seseorang akan berdampak pada pola laku semua unsur pelaku di SMP Taruna Bakti.  Dan penulis yakin bahwa semua orang sadar prinsip kerja mana yang mendominasi dirinya selama bekerja di SMP Taruna Bakti.
Semua pihak tentunya harus mulai melakukan introspeksi dan evaluasi diri untuk kembali menata hampir semua pola laku saat kerja.  Prinsip kerja yang salah akan berdampak pada suasana hati, diri dan lingkungan dimana dia bekerja.
Bisa jadi, orang yang menganggap kerja adalah beban dan sekedar kewajiban akan membawa suasana lingkungan kerja menjadi sangat berat dan dipenuhi keluh kesah.  Ketidakpuasan akan sering terlontar dan menjadi menu makanan sehari-hari di ruang kerja.  Berbagai kebijakan dan program kerja akan dipandang sebagai sebuah beban dan tanggung jawab yang membuat mereka berat menjalani hari-hari kerjanya.
Yang paling parah adalah ketika suasana dan kondisi tersebut kemudian menjadi “virus” yang menular kepada rekan kerja satu persatu.  Jangan abaikan kemungkinan energi negatif yang awalnya hanya dialami satu orang kemudian menyebar ke semua orang yang ada di lingkunganya berada.  Sebuah keluhan yang terlontar dipagi hari bisa menjadi polusi dan pencemar bagi terciptanya suasana yang seharusnya diliputi semangat dalam bekera.

KEPEMIMPINAN ATAU SISTEM ?
Setiap budaya memerlukan dua hal penting bagi perkembangan dan pertumbuhannya.  Kedua faktor itu adalah sistem yang kuat dan kepemimpinan yang kharismatis.  Sistem yang kuat akan mampu menahan bendungan perilaku dan energi negatif yang menjadi “virus” dalam lingkungan kerja.  Sistem yang kuat tidak hanya akan mampu mengidentifikasi setiap tingkah yang menyimpang dari aturan dan visi misi sebuah organisasi atau institusi namun juga bisa memberi apresiasi positif kepada semua orang yang mampu menunjukkan prestasi dan dedikasi yang tinggi.
Sistem yang kuat adalah sistem yang telah teruji oleh waktu dalam mengakomodasi berbagai kepentingan, pergulatan pemikiran dan permasalahan yang terjadi.  Sistem yang kuat adalah sistem yang juga fleksibel dan mampu menyesuaikan dirinya dengan jaman yang berkembang. 
Sementara kepemimpinan menjadi sangat penting ketika sistem harus berhadapan dengan kelompok, orang dan kepentingan yang lebih besar dari pada sistem itu sendiri.  Sering sekali dalam sebuah organisasi kita temui orang atau kelompok yang memiliki kepentingan sendiri untuk merusak, menganggu atau merubah sistem yang ada.  Hal ini tentunya berhubungan dengan jenis dan tingkat kepentingan dari setiap individu dan kelompok yang ada dalam sebuah sistem.  Begitu juga ketika terjadi konflik internal antar anggota organisasi, kepemimpinan sangat memegang peranan penting dalam meredam dampak negatif dari perselisihan tersebut.
Ketika orang atau kelompok tersebut mencoba untuk mencabik sistem yang ada maka kepemimpinan menjadi sangat penting.  Kemampuan seorang pemimpin dalam melakukan komunikasi, problem solving, human relationship dan tegas akan mampu meredam semua hal tersebut dengan elegan dan rapi.  Begitu juga ketika ada konflik, kepemimpinan yang lugas dan tegas akan mampu menjadi komunikator dan mediator dalam penyelesaian masalah yang ada.
Kepemimpinan berbeda dengan kultus.  Kultus menyentuh hal-hal yang bersifat irasional sementara kepemimpinan selalu berlandaskan pada fakta, bukti dan hal-hal rasional.  Kepemimpinan harus memiliki sifat-sifat alam seperti yang ada pada kitab suci, seperti awan yang menaungi, matahri yang menerangi, bulan yang meneduhkan, bumi yang sabar dan lautan yang luas wawasan dan pikiran.
Kepemimpinan adalah anugrah.  Tidak semua ketua dan kepala adalah pemimpin.  Karena kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam usaha mencapai tujuannya.  Tidak mustahil justru pemimpin datang bukan dari seorang ketua atau kepala namun justru datang dari orang yang justru tidak memiliki jabatan dan kedudukan apapun.
Kedua hal tadi merupakan dua hal yang penting bagi terciptanya budaya kerja yang sesuai dengan harapan bersama.  Ini semua harus dikoreksi, evaluasi dan perbaikan yang terus menerus untuk menghindari adanya kemandegan dalam tubuh organisasi.
Suatu sistem yang kuat seharusnya mampu melahirkan suatu kepemimpinan yang kuat pula, dari mulai karakter maupun kemampuan memimpinnya.  Suatu sistem tidak akan kuat selama proses kepemimpinannya tidak mampu menumbuhkan sebuah proses regenerasi baik.  Sistem yang mengukuhkan sebuah rezim akan cenderung menutup kesempatan kepada semua pihak yang memiliki kemampuan memimpin untuk mucul menjadi pengambil dan pembuat keputusan.
Begitu juga sebaliknya, apabila ketua atau kepala suatu organisasi tidak memiliki karakter dan jiwa kepemimpinan yang kuat, maka sistem sehebat apapun akan menjadi mandul karena ketidakberdayaannya menegakkan sistem secara benar.
Jadi bila ingin melihat suatu organisasi apakah akan mampu menghadapi tentangan masa depan, lihatlah kemampuan sistem dalam menyeleksi kepemimpinannya atau kemampuan pemimpin dalam menjalankan dan menegakkan sistem yang menjadi acuannya.  Bila salah satu faktor tadi hilang atau buruk, maka organisasi atau institusi tersebut akan menjadi sebuah organisasi yang tidak akan mampu bertahan dalam era penuh persaingan dan tantangan ini.


FACEBOOK : MENDEKATKAN YANG JAUH DAN MENJAUHKAN YANG DEKAT!

Tulisan ini hanya sekedar pengingat saja. Tidak ada unsur penghakiman atau terkesan mendramatisir situasi yang tengah berkembanga. Syukur seandainya apa yang ditulis disini tidak pernah terjadi pada diri kita masing-masing. Kalau memang terjadi, saatnya melakukan beberapa perbaikan supaya hidup kita bisa lebih berkualitas.
Sadar atau tidak sadar, facebook sudah menjadi bagian hidup dari banyak masyarakat di dunia. Telah begitu banyak orang yang sangat tergantung pada jejaring sosial yang satu ini. Hampir semua orang memanfaatkan jejaring ini dalam menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, baik teman sekolah, rekan kerja atau sekedar kenalan baru.
Tidak hanya itu, bahkan beberapa orang menjadikan facebook menjadi gaya hidup baru yang wajib menemani dimanapun berada. Menjadi sarana untuk eksis, sekedar berkeluh kesah, bercerita tentang kegiatan, curhat atau juga secara tidak langsung menunjukkan berbagai keberhasilan hidup.
Berharap mendapatkan respon dari orang lain, kita terus meng-“update status” dengan berbagai cara, dari mulai yang lebay, alay, kontroversial, romantis dan serius. Dan untuk sekedar mendapatkan banyak “notification” kita juga terus mengomentari status orang lain.
Kehebatan facebook juga adalah kemampuannya dalam mencari dan merenda kembali hubungan dengan teman yang tidak pernah bertemu, sahabat yang sudah jarang bersua bahkan menjalin hubungan dengan teman istimewa yang pernah mengisi sebagian hidup kita dimasa lalu.
Lantas, apa yang harus kita waspadai dengan semua ini?
Berapa kali kita membuka facebook dalam sehari, dimana kita membuka facebook selama ini, dan apa yang kita lakukan dengan facebook adalah beberapa hal yang harus kita evaluasi.
Berapa kali kita membuka facebook dalam sehari? Ini penting untuk sekedar mengingatkan bahwa sama halnya dengan televisi, facebook menyebabkan kecanduan bagi para penggunanya. Hampir dalam setiap kegiatan kita selalu menyempatkan diri membukanya, mengamatinya dan menikmatinya. Namun kita sering lupa bahwa semua itu sering menyebabkan orang lain merasa terabaikan dan tersisihkan.
Mungkin kita tidak menyadarinya. Ketika kita sedang bersama seseorang di dekat kita, obrolan dan kegiatan menjadi agak terhambat karena kita membagi konsentrasi kita antara orang itu dan facebook ditangan kita. Bahkan kita sering meminta orang lain untuk menunggu sampai kita merasa nyaman untuk menutup facebook. Bayangkan seorang suami yang mendengarkan curhat isterinya sambil membuka facebook, atau seorang anak yang dinasehati orang tuanya sambil membuat status baru di facebook, atau pimpinan kerja harus diabaikan ketika rapat karena beberapa orang berkomunikasi melalui facebook.
Jangan heran bila kemudian beberapa institusi melarang karyawannya untuk bermain facebook di jam kerja. Beberapa sekolah memblok fasilitas facebook didalam jaringan internet di sekolahnya. Atau beberapa organisasi masyarakat sampai meng-haram-kan facebook. Tentunya ini adalah dampak negatif dari candu yang menyebar dari penggunaan facebook.
Pertanyaan berikutnya, dimana selama ini kita membuka facebook? Dengan laptop dan handphone, kesempatan membuka facebook menjadi lebih mudah sehingga hampir disemua tempat memungkinkan seseorang untuk mempergunakan facebook. Kembali…tanpa sadar kita sering membuka facebook ditempat yang seharusnya tidak dilakukan. Ketika menjelang shalat Jum’at tidak jarang penulis melihat beberapa orang masih sempat membuka facebook. Mungkin itu juga terjadi ditempat ibadah lainnya. Bahkan disekolah sekalipun seorang siswa masih bisa menyempatkan diri untuk melongok facebooknya beberapa saat.
Ini candu! Bukan masalah boleh atau tidak boleh, bukan masalah mengekang hak, bukan masalah gagap tekhnologi, tapi masalah mental bangsa ini secara umum. Dalam hal apapun, kita sering berlebihan dalam menyikapi perkembangan jaman. Kita masih ingat bagaimana dulu kita keranjingan “tetris”, “friendster” dan sekarang “facebook”.
Yang terakhir, apa yang selama ini kita lakukan dengan facebook? Mari mulai sekarang kita sedikit membatasi pemanfaatan facebook seandainya memang kurang memberikan dampak positif yang signifikan bagi kepentingan kerja dan keluarga. Keluarga, mungkin menjadi salah satu korban dari terjangkitnya candu facebook.
Keluarga adalah orang yang terdekat dalam hidup kita. Jangan sampai karena facebook, jangan karena kita bisa merasa lebih dekat dengan orang-orang diluar sana, kita menjadi lupa dengan orang-orang disekeliling kita. Apalagi seandainya, suami, isteri dan anak-anak juga menjadi pengguna aktif dari facebook. Bisa kita bayangkan masing-masing sibuk dengan relasi yang jauh disana, namun menjadi mengabaikan hubungan personal antara anggota keluarga.
Hai…ingat…!! Mereka ada disana, dan keluarga ada disini!
Mereka adalah sahabat, teman dan relasi, tapi yang disini adalah anak, isteri atau suami.
Mari kita renungkan kembali. Apakah aktifitas kita dengan facebook menjadikan kita lebih berkualitas atau tidak? Apakah facebook lebih cenderung membawa dampak negatif atau positif terhadap kualitas aktivitas kita? Mari sedikit menyempatkan waktu untuk memikirkan hal ini, sekedar untuk mengendapkan pikiran dan menyusun kembali skala spioritas kita dalam hidup. Setelah itu kita benahi diri kita masing-masing.
Dan selamat menikmati facebook dengan arif!
Maret 2010

Senin, 08 Maret 2010

PERANG SMS DI KANTOR 18

Drrrrrrr…..drrrrrrrrrrrrrrrrrr….
Indra meraih handphone itu...sebuah SMS masuk.
“dari ketua dewan komisaris…’selidik punya selidik, kasus ini bukan yang pertama pak , jadi harap bapak mulai melakukan tindakan untuk mengusut kasus ini sampai tuntas. Kami sudah melakukannya tapi terbentur pertemanan dan kekakuan para panitia’”.
Indra membaca untuk yang kedua kalinya. Dia tidak paham dengan isi SMS itu. Lalu dia tutup kembali inbox-nya dan baru sadar bahwa SMS itu dari direkturnya. Malam seperti ini direkturnya mengirim SMS seperti ini? Indra kemudian menekan tombol reply.
“saya terima pak…mudah-mudahan besok kita bisa membahasnya”

Indra kemudian berusaha untuk kembali bisa tidur. Tapi matanya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Pikirannya masih bekerja untuk sekedar mengumpulkan kejadian demi kejadian yang terjadi di kantornya. SMS demi SMS berseliweran di ruangan kantor yang berada di lantai 18 gedung tertinggi di kotanya.
Yang paling sering memberitahukan dirinya tentang perang SMS ini adalah direkturnya.
“pusing kalau mikirin perang SMS kacangan dan kampungan seperti itu…” desahnya disela-sela kegiatannya membereskan meja kerja. Indra tetap diam. Kursi yang didudukinya terasa panas mendengar perkataan direkturnya. Dia tahu direkturnya sedang tidak menginterogasinya, karena tentunya direktur itu sudah memiliki gambaran siapa yang mengirim SMS itu.
“kamu tahu siapa kira-kira yang suka mengirim SMS gelap kepada dewan komisaris itu?” tanya Pak Syamsul, direkturnya. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab, pikir Indra. Tapi dia mencoba berpikir, kira-kira siapa orang yang memiliki gaya bahasa seperti yang di SMS itu.
Indra mengangkat bahunya.
“menurut Bapak?” timpal Indra. Indra yakin atasannya itu tahu betul karakter dari semua anak buahnya itu. Dan tidak mungkin atasannya sama sekali tidak tahu.
Pak Syamsul berdehem. Mencoba kembali menghentikan aktifitas membereskan meja kerjanya. Duduk tegak dan bersiap bicara. Posisi yang menujukkan dirinya sebagai pemegang kendali di kantor itu.
“perkiraan ada, dilihat dari gaya bahasa, karakter bicara dan motif dia untuk melakukannya, saya kira dia adalah Ibu Yuni…” lanjutnya Pak Syamsul. Dingin dan tanpa rasa takut kalau jawabannya itu bersifat spekulatif.
Indra membayangkan sosok Ibu Yuni. Guru yang telah lama ada dikantor itu sebagai tenaga kontrak. Kesehariaannya memang vokal dalam menyuarakan pendapatnya. Berbagai berita yang terjadi di kantor 18 itu, Indra eroleh dari Ibu yang satu ini. Dia mencoba mengingat gaya bicara ibu itu. Lumayan! Pikir Indra. Perkiraan yang cukup berdasar, apalagi mengingat motifnya untuk menjadi pegawai tetap di kantor itu sangat terasa. Namun pekerjaan pribadinya sering membuatnya sering tidak mengikuti kegiatan kantor yang bersifat diluar jam dinas.
“tapi Pak, bukankah SMS itu banyak jumlahnya…dan lagi masalah yang dibahas atau orang yang dibahas sangat banyak. Saya jadi ragu kalau hanya Ibu Yuni yang melakukannya…” jawab Indra.
“ oo ya jelas dong. SMS yang pernah aku perlihatkan kepada kamu dulu mungkin tidak ada hubungannya sama sekali dengan Ibu Yuni. Namun khusus untuk SMS itu aku bahas karena cukup membuatku pusing…” timpal Pak Syamsul kembali.
“oya…?”
“gara-gara SMS itu aku sekarang diharuskan untuk menindaklanjuti. Masalah uang yang diduga diselewengkan itu” lanjut Pak Syamsul.
“ya dewan komisaris juga suka menanggapi hal-hal yang disampaikan pengecut itu sih….” Timpalku.
“coba kalau mereka lebih fokus pada apa yang harus dilakukan dan tidak terlalu mengindahkan SMS gelap atau surat kaleng, mungkin kita juga tidak akan membahas masalah itu” lanjut Indra.
Indra tidak pernah habis pikir, mengapa ada orang yang senang sekali mengirim SMS gelap. Bukankah informasi apapun itu, selama tidak disampaikan melalui prosedur yang benar maka tidak memiliki validitas yang kuat. Dan ketika mereka mengirimkan SMS itu, apakah mereka tidak pernah memikirkan bahwa dirinya adalah Cuma seorang pengecut tengik, bangsat licik yang tidak bernyali sama sekali.
Setiap SMS yang dikirimkan tidak pernah menjadi indikator bagi dirinya untuk mengukur tingkat kepengecutan dirinya sendiri. Apalagi bila SMS itu memuat nama orang lain yang tidak disukainya. Benar-benar cacing pohon pisang yang hanya bisa sembunyi ditempat basah dan gelap dengan memakan sisa-sisa daging pohon yang sudah mati?
“tapi untuk apa ya Pak mereka melakukan itu semua…?” tanya Indra kemudian.
“hmmmm…gampang sekali menjawabnya. Pertama mereka merasa tidak pernahh diperhatikan sama sekali oleh komisaris dan berharap dengan menjelek-jelekan orang lain maka dirinya akan dianggap bersih. Kedua, dirinya sedang ada dalam sorotan komisaris sehingga dia berusaha memecah konsentrasi komisaris dengan menyebarkan isu yang lain. Ketiga, didorong oleh ambisi kebinatangan untuk menguasai kantor ini. Keempat, orang seperti itu memang tidak memiliki jati diri, harga diri dan kehormatan diri. Orang seperti itu tidak bisa menghargai dirinya sendiri dengan menghindarkan diri dari perbuatan pengecut” papar Pak Syamsul.
Analisis yang jitu. Tapi ketika SMS gelap itu sudah menjadi budaya di kantor ini, apa jadinya citra kantor ini di depan dewan komisaris? Pikir Indra. Anggota dewan komisaris bukan orang-orang bodoh yang tidak paham tentang masalah ini. Semakin banyak SMS berseliweran di handphone mereka, maka mereka akan berpikir bahwa dikantor ini banyak sekali Sangkuni-Sangkuni yang siap menghancurkan perusahaan mereka.
“Bapak harus segera bertindak!” kata Indra. Suaranya agak keras sehingga cukup membuat Pak Syamsul terkejut.
“eh…maaf pak bukan maksud saya…” Indra kaget dengan suaranya sendiri. Terlebih dengan reaksi Pak Syamsul.
“begini pak…pertama citra kantor kita akan buruk di mata dewan komisaris. Kedua, ada pengecut yang berkeliaran di kantor ini dan akan terus menjadi kerikil dalam sepatu. Ketiga, kalau dibiarkan maka ini akan menjadi contoh bagi semua karyawan yang merasa aspirasinya tidak diakomodasi perusahaan, direktur atau komisaris. Dan itu bahaya!” jelas Indra.
“aku tahu…aku tahu…tapi untuk mencari siapa yang melakukan teror SMS itu dan bagaimana membuktikannya sulit Ndra…jangan sampai tindakan yang saya lakukan akan berujung maut buat saya sendiri…” timpal Pak Syamsul.

“eh emang kenapa Pak Indra di panggil direktur…?”
“ah…biasalah konsolidasi. Mereka kan selalu seiring sejalan”
“eh emang Pak Indra kaya kacung-nya Pak Syamsul ya…”
“eh..katanya ada SMS ke yayasan yang mengatakan kalau Pak Indra itu ada main ama sekretarisnya lho…” bisik Ibu Yuni. Matanya memancarkan ketajaman ambisinya.
Pak Yoga terkadang merinding melihat sorot mata itu. Dan sorot mata itu pula yang selalu membuatnya takut untuk bersebrangan dengan ibu yang satu ini. Dari berbagai ketidaksetujuannya kepada Ibu Yuni, dia selalu berusaha untuk tidak bertentangan secara frontal. Padahal dulu…direkturnya pun dia sanggup labrak, tapi kini dalam menghadapi Ibu Yuni dirinya tidak berdaya sama sekali.
“tapi emang sih keliatan kalu Pak Indra itu ada apa-apanya…banyak kok yang ngeliat gimana Pak Indra memperlakukan sekretarisnya itu…mesar banget”
“ya…itu bandot tua ngga ada kapoknya ya…!” lanjut Pak Yoga.
Ibu Yuni tida melanjutkan pembicaraannya. Masuk rekannya yang lain.
“sini geura…!” teriak Yuni kepada rekannya itu.
“ada apa lagi nih kaya yang serius gini…” jawab Ibu Neyla.
“biasa…ada gosip kalau kedekatan Pak Indra ama sekretarisnya sampai ke komisaris…dan komisaris akan menindaklanjutinya” jelas Pak Yoga. Ibu Yuni kaget. Informasi adanya SMS itu dari dirinya, tapi dia sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa yayasan akan menindaklnjutinya. Ini bisanya Pak Yoga, pikirnya. Tapi apa peduli, pikir Ibu Yuni toh tambahan itu cukup buat menjadi bumbu gosip itu.
“oya…ih tau ngga…saya juga pernah loh ngliat Pak Indra itu lagi mangku sekretarisnya…” lanjut Bu Neyla. Disimpannya buku agendanya di meja kerja Bu Yuni. Lalu dia melanjutkan.
“waktu itu saya mau melewati ruang kerja Pak Indra, dan sekilas saya melihat Pak Indra duduk di mejanya dan sekretarisnya lagi asyik duduk di pangkuan Pak Indra…”
“wah, dewan komisaris harus tahu pelanggaran ini soalnya kalau lapor ke direktur juga percuma. Direktur pasti melindunginya karena mereka dekat…”
“eh tapi ada gosip loh bu Yuni…”
“apa lagi?”
“itu masalah kepanitian ibu yang lagi jadi sorotan komisaris benar-benar jadi obrolan teman-teman loh…” lanjut Ibu Neyla. Ibu yang satu ini memang paling ember kantor itu. Perkawinannya yang terlambat sudah cukup membuatnya memiliki bekal menjadi tante bawel. Keberuntungan berpihak kepadanya ketika ada pegawai baru yang kemudian menikahinya.
Wajah Ibu Yuni berubah menjadi merah. Pak Yoga sudah hapal betul dengan roman muka itu. Lalu dengan alasan ada kerja, diapun ijin untuk pergi. Meninggalkan kedua wanita itu di kantornya.
“ah…itu mah basi. Lagian temen-temen mah terlalu membesar-besarkan masalah itu. Kalau saya buka semua kesalahan mereka, mereka juga sebenarnya punya banyak kesalahan. Nanti saya akan bongkar semua….” Tangkis Ibu Yuni. Wajahnya memerah dan jelas menunjukkan kegelisahan. Dirinya sama sekali tidak menyangka kalau proyeknya menjadi masalah di detik-detik terakhir kegiatan.
“saya juga udah mengumpulkan semua keborokan-keborokan temen-temen…” lanjutnya.
“jadi kalau mereka macam-macam…awas saya bongkar semuanya. Jangan mereka yang ngga punya jabatan apa-apa…mereka yang sekarang menjabat pun akan saya bantai…” lanjutnya.
Ibu Neyla yang datang dengan enteng dan santai berubah menjadi panik. Dirinya tidak menyangka kalau respon Ibu Yuni sedemikian ketusnya. Dia memalingkan mukanya keseluruh ruangan itu. Tidak ada orang lain. Dia harus bertindak karena dia sadar, kesalahannya yang bertumpuk ada di sakunya Ibu Yuni. Dia sendiri panik.
“eeee…eeee…ya emang sih. Eh…tau ngga siapa yang bikin gosip itu…?” tanya Ibu Neyla. Dirinya sadar harus mulai mengalihkan pembicaraan. Dia harus mencari kambing hitam. Dan dia tahu siapa yang bisa dijadikan kambing hitam.
“itu lho…Ibu Elia. Dia khan kemarin saya liat ngobrol di kantin bawah. Kayanya ngomong serius deh…soalnya begitu saya datang eeee mereka pada diem. Saya curiga mereka lagi ngomongin ibu….” Jelas Bu Neyla. Sebenarnya dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi.
“terus Pak Indra…lagi rapat aja dia mencoba untuk menguliti kesalahan ibu khan. Dia ada juga lho ngobrol ama Ibu Elia….” Papar Ibu Neyla kembali. Tangannya mulai berkeringat. Terlanjur basah, pikirnya.
Ibu Yuni langsung membanting buku itu. Keluar dan tidak mengatakan apapun.

Kantor 18. Kantor yang dulunya sangat diperhitungkan oleh perusahaan lain karena kemampuannya meraih laba yang sangat tinggi dibandingkan perusahaan lain. Banyak hal yang diakui oleh perusahaan lain tentang kinerja, profesionalisme dan kemampuannya menarik nasabah.
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa periklanan. Telah banyak produknya diakui masyarakat dengan semakin banyaknya klien yang menitipkan proses promosi kepada perusahaan itu.
Tapi semuanya berubah ketika ada sebuah proyek milyaran yang diselwengkan oleh direktur utama yang terdahulu. Direktur itu terjungkal dari perusahaan oleh gerakan spontan yang direstui oleh dewan komisaris.

Situasi perusahaan menjadi tidak terkendali. Semua pihak merasa berjasa dalam pemakzulan itu dan merasa berhak untuk menjadi pengganti direktur yang terjungkal itu. Diam-diam mereka sebenarnya menyimpan ambisinya masing-masing. Perjuangan yang tadinya solid berubah karena beberapa tokoh pemakzulan merasa memiliki banyak pendukung untuk bisa menduduki posisi basah itu.
Namun sejarah mengatakan lain. Tidak ada satupun tokoh pemakzulan yang diangkat menjadi direktur utama. Semua merasa dibuang setelah manisnya diperas habis. Semua semakin memanas. Para pekerja yang dulu kompak bersatu telah berubah menjadi kelompok dengan kepentingannya masing-masing.
Apalagi ketika dewan komisaris menyadari, bahwa tokoh pemakzulan itu memang tidak layak dijadikan direktur. Ini bukan kali pertama mereka memundurkan direktur. Dan kejadiannya sama, semua merasa bersih dan tega mengorbankan atasan demi ambisi pribadi. Dewan komisaris berdalih…harus ada orang netral yang tidak berkepentingan untuk menangani perusahaan.
Akhirnya terpilih direktur dari anak perusahaan lainnya. Hanya dua tahun dan digantikan dengan orang yang dianggap kaki tangan direktur terdahulu. Pak Syamsul.

Perlawanan semakin sengit. Tapi sayang semuanya kembali menjadi cacing-cacing pengecut yang tidak berani berkompetisi secara jujur. Ketertutupan dewan komisaris membuat semua semakin tidak jelas. Dewan komisaris seolah membiarkan perusahaan kantor 18 menjadi kacau balau untuk kemudian menunggu keadaan menjadi tenang dan jernih melihat siapa yang sebenarnya bisa diandalkan mengurusi perusahaan yang dahulu pernah menjadi perusahaan terbaik.

Perang SMS menjadi pilihan. Pilihan dari orang-orang yang ingin bersuara namun tidak memiliki nyali. SMS membabi buta berseliweran setiap hari hanya untuk mengatakan pegawai ini tidak masuk, pegawai ini magang diperusahaan lain, ada pegawai yang membuka jasa sendiri, ada pegawai yang selingkuh, ada pegawai yang mengabaikan tugasnya dan sejuta SMS berseliweran secara maya.

Ada yang tahu SMS itu. Banyak yang tidak tahu sama sekali. Ada juga yang tidak mau peduli karena merasa dirinya paling bijak kalau tidak terlibat apapun. Diam sejuta kata walaupun kesalahan temannya jelas didepan mata.

Pak Syamsul diam diruang kerjanya.
Pak Indra berdiri didepan pintu kerjanyanya.
Ibu Yuni hilang pergi entah kemana.
Ibu Neyla kembali menyebarkan gosip kacang yang membuatnya serasa masih jadi fenomena.

Rapat hari Jum’at dilaksanakan diruang khusus kantor 18.
Rapat dewan komisaris itu dilaksanakan sebagai sebuah rutinitas. Namun hari ini suasana menjadi berbeda bagi pimpinan unit iklan. Berjuta kata berseliweran dalam pikiran Pak Syamsul. Berjuta kalimat dia coba susun untuk menyampaikan pendapatnya tentang kondisi kantornya saat ini. Pak Syamsul sudah mengira bahwa rapat kali ini akan fokus pada adanya laporan SMS gelap dikantornya.
Ibu Rani sebagai ketua dewan komisaris membuka rapat.
“jadi bapak dan ibu anggota dewan komisaris…rapat hari ini akan membahas program kerja unit iklan satu tahun kedepan. Namun sebelum membahas masalah itu, tadi pagi saya menerima laporan SMS dari no yang tidak dikenal….”

(Bersambung....)

Jumat, 05 Maret 2010

ATLANTIS,BENUA HILANG ITU ADA DISINI

Ada perspektif baru dari hasil membaca buku atlantic benua yang hilang. Salah satu dari hasil membaca tersebut adalah munculnya kesadaran akan indahnya negeri kita bernama Indonesia.
Dalam buku itu penulis secara gamblang memaparkan adanya sorga eden seperti yang digambarkan oleh plato. Sebuah bangsa yang indah dengan kondisi alam yang penuh dengan hasil bumi berupa pertanian dan hasil tambang. Kehidupan manusia yang sejahtera dan sesuai dengan gambaran sorga dari semua agama di dunia.
Dengan segala bukti yang ada dan dukungan teori yang terus berkembang, penulis membeberkan dan berusaha meyakinkan berbagai pihak untuk mau menyadari bahwa benar adanya sebuah negeri yang menyerupai sorga.
Tapi terlepas dari semua kontroversi yang ada, rakyat Indonesia sebenarnya harus sudah mulai sadar bahwa apapun bentuknya, benar atau tidak teori atlantic tersebut, negara kita adalah sorga.
Negara kita adalah sorga yang Tuhan ciptakan dalam kondisi terbaik. Adalah kini kesadaran itu pada diri kita saat ini.

Laman