Kamis, 18 September 2008

TERNYATA TUHAN SENANG BERCANDA…

Pernahkah kamu merasakan saat-saat dimana Tuhan sedang bercanda dengan mu? Ketika Tuhan begitu enteng menarik ulur doa dan kemampuan-Nya untuk mengabulkan atau tidak mengabulkan. Mungkin kita terheran-heran ketika seonggok harapan yang sudah di depan mata kita tiba-tibda hilang begitu saja entah kenapa. Padahal segala daya dan upaya sudah kita kerahkan untuk meraihnya. Atau mungkin sebaliknya, ketika kita duduk melamun, tiba-tiba Tuhan menghantarkan seonggok mimpi itu kehadapan kita tanpa kita duga-duga sebelumnya.
Juga ketika Tuhan bermain dengan ribuan nyawa di Aceh ketika bencana tsunami menyapu bersih Aceh. Bagi saya itu adalah cara Tuhan bercanda. Kenapa? Karena Tuhan tentunya tidak serius membumihanguskan Aceh yang notebene adalah daerah yang secara kasat mata begitu dekat dengan-Nya. Bagi saya Tuhan baru akan dianggap serius kalau Dia menyapu Jakarta misalnya. Atau memberikan suatu penyakit bagi para penjahat nasional yang telah korup dan mempermainkan jutaan nasib rakyat. Atau Tuhan menunjukkan keagungannya dengan sedikit memberikan peluang bagi rakyat Indonesia untuk merasakan suatu kepemimpinan nasional yang amanat dan berpihak pada rakyat banyak.
Tapi Tuhan memang bercanda, ketika berjuta rakyat miskin terus dipermainkan nasibnya di Indonesia. Melalui tangan-Nya di pemerintahan, Tuhan seolah ingin mengajak kita mentertawakan nasib sampai pada titik nadir perikemanusiaan. Ketika dengan telanjang para pelaku pemerintahan mengatur negara ini untuk tidak teratur dan semua berjalan mulus-mulus saja. Ketika tingkah polah koruptor telanjang mata mempertontonkan kebejatan moral dan akhlak tapi mereka selamat dari segala tuntutan hukum dunia.
Tuhan memang senang bercanda dengan rakyat Indonesia. Bercanda dengan bencana-Nya, bercanda dengan permainan monopoli ekonomi Indonesia. Ketika membiarkan semua tahapan kehancuran negara ini terus terjadi. Bercanda ketika rakyat kita kering dan hampa dari hati nurani.
Tuhan itu katanya Maha Kasih dan Maha Sayang, jadi tidak ada alasan Dia bermaksud menghukum warga Aceh. Tidak mungkin Tuhan membiarkan koruptor dan pengkhianat kemanusiaan berkeliaran dengan bebas. Tidak mungkin Dia membiarkan kaum fakir yang katanya dekat dengan Tuhan dipermainkan begitu rupa nasibnya. Tidak mungkin Dia membiarkan rumah kaum miskin yang katanya adalah rumah-Nya terus ditimpa kehancuran dari arogansi kekuatan Dajjal ekonomi dan Iblis kerakusan beberapa orang kaya.
Kenapa Tuhan senang bercanda dengan rakyat Indonesia?
Karena rakyat Indonesia adalah manusia yang memiliki rasa humor yang tinggi pula. Dengan tingkat kesabaran yang sejajar dengan penduduk sorga. Bagaimana tidak, kalau di negara lain mungkin Tuhan sudah lama di bunuh dan dianggap mati ketika Dia tidak ada tatkala bencana di Serambi Mekah terjadi. Bagaimana tidak, ketika begitu sabarnya orang miskin Indonesia menerima kesewenangwenangan para pemimpinnya dan masih terus menyebut namanya dengan nama-nama Tuhan yang terindah. Bagaimana tidak, kelangkaan sumber minyak dan melambungnya harga kebutuhan dasar kemanusiaan begitu sulit diperoleh dan rakyat masih bisa tertawa lepas mentertawakan kesengsaraannya.
Tuhan senang pada rakyat Indonesia, karena rakyat Indonesia tidak pernah “pundungan” atau “ngambek” pada-Nya, sekeras dan sekasar apapun becandaan Tuhan ditimpakan-Nya kepada kita.
Apakah kita sudah saatnya bertanya pada Tuhan, kapan Dia mau serius mengurus kita. Atau minimal mengurus orang miskin untuk tidak di bunuh kemanusiaannya. Rakyat miskin ini tidak pernah minta dilahirkan, tapi ketika mereka “dipaksa” lahir ternyata hanya untuk ditertawakan dan disishkan dari perhatian-Nya.
Saya tidak peduli dengan adanya janji sorga dan neraka. Itu urusan nanti ketika manusia sudah mati. Tapi yang penting sekarang, ketika kita hidup janganlah sampai dibuat sengsara secara permanen sampai mati. Ketika sorga belum tentu kita raih, minimal rakyat Indonesia bisa mencium bau kesejahteraan dan harapan yang lebih baik dimasa depan.
Atau memang Tuhan sudah melimpahkan urusan dunia kepada manusia 100% tanpa ada sisa bagi-Nya untuk campur tangan? Kalau begitu, kenapa harus ada sorga dan neraka? Biarkan manusia berlomba dengan cara apapun untuk meraih impian mereka. Kenapa harus dilarang mencuri kalau itu memang cara termudah untuk menjadi sejahtera. Mengapa harus dilarang ketika manusia saling membunuh dan menghancurkan sesamanya kalau itu adalah jalan pintas untuk berkuasa? Biarkan mereka berusaha dengan tangan dan kaki mereka dan otak mereka sesukanya untuk meraih cita-citanya. Jangan ada aturan yang mengatakan perbuatan buruk akan menyebabkan kita keneraka dan bila kita baik akan masuk sorga. Karena itu semua akan membelanggu rakyat miskin untuk meminta haknya dengan kekerasan ketika yang kaya tak mau berbagi hartanya.
Tuhan senang bercanda dengan rakyat Indonesia, karena rakyat Indonesia sendiri senang dan tenang-tenang saja dibecandaain begitu rupa. Di negara lain mungkin sudah terjadi revolusi ketika negara tak mampu lagi menjalankan tugasnya selama ini. Mengapa rakyat Indonesia begitu saja mau diiming-imingi oleh pemilu, undang-undang, aturan, hukum yang katanya akan selalu berpihak kepada orang kecil dan miskin? Mengapa rakyat Indonesia adem-ayem ketika korupsi merajalela? Kenapa rakyat tenang saja ketika kebutuhan dasar kemanusiaannya dipermainkan penyelenggara negara? Kalau bukan karena rakyat memang senang becanda dengan Tuhan.
Nama Tuhan digemakan diseluruh langit nusantara. Ibadah dilakukan dengan sangat khusu oleh penganutnya. Ibadah dan ritual senantiasa dijalankan oleh umatnya. Padahal jelas Tuhan hanya becanda mengurus Indonesia.
Realistis yu…..Tuhan aja becanda, kenapa kita begitu serius menjalani hidup ini. Mungkin ada yang bilang semua itu cobaan, ujian atau hukuman. Tapi perasaan saya, yang namanya hukuman, ujian atau cobaan itu tidak selamanya.
Bagaimana kalau saya mengajak rakyat juga mulai meladeni candaan Tuhan. Santai sajalah….bicara baik-baik dan sedikit becanda ketika kita mau berbicara pada-Nya. Dia begitu dekat dengan kita, sangat dekat. Tak perlulah teriak dan menangis dihadapan-Nya, toh apa yang terjadi pada kita adalah suratannya yang telah di tulis di kaki langit. Miskin…yang miskin saja. Kalau harus kaya ya kita akan kaya sendiri tanpa harus bersusah payah. Semua sudah diatur sedemikian rupa.
Jadi kalau kita adalah orang yang menjalani episode hidup ini dengan kemiskinan, ya biasa aja lah. Menjalani apa adanya. Kalau kita matipun kita tidak rugi apa-apa. Berdoa? Ya berdoa saja apa adanya, toh Dia yang akan menentukan dikabul atau tidak dikabul sesukanya. Minta ampun? Minta ampun untuk apa? Karena kita pun berbuat salah atas ijin-Nya.
Karena Tuhan senang bercanda….kita anggap saja hidup ini memang candaan Tuhan. Bagaimana tidak, manusia diberi usia sangat pendek untuk mencicipi dunia, tapi akan mempertanggungjawabkan hidup ini kekal di sorga atau neraka. Hidup yang hanya puluhan tahun (katanya) akan dibalas dengan kehidupan abadi di dunia sana. Ah…naif sekali kalau kita menganggap itu serius.
Kalau Dia membaca tulisan ini, apakah Tuhan akan marah? Ah…rasanya Tuhan pun tidak akan marah membaca tulisan ini, karena Dia tahu tulisn ini hanya becanda saja. Hanya untuk meladeni candaan Tuhan saja. Paling yang marah adalah orang yang mengaku utusan Tuhan dan berhak mengatasnamakan Tuhan lalu mengobrak-abrik tatanan Tuhan yang rancang secara bercanda. Orang-orang seperti itu terlalu serius menanggapi Tuhan. Terlalu polos dan lugu menghadapi beribu tipuan dan trik Tuhan menjalankan dunia ini. Santai sajalah…..Tuhan saja tidak serius kenapa kita harus potang-panting mengikuti jejak Tuhan.
Demikianlah tulisan penuh canda ini saya tulis. Saya mohon maaf kalau ada khilaf karena sesungguhnya apabila yang saya tulis ini benar, kebenaran itu datang dari-Nya, dan kalau ada salah sesungguhnya kesalahan itu juga karena atas ijin-Nya.
Bandung, 13 September 2008

AKU DAN DIA SAMA

Lamunanku dikejutkan oleh suara kaca kelas yang pecah. Belum reda keterkejutanku tiba-tiba Hendra teman sebangkuku terguling dan darah mengucur dari kepalanya. Aku terdiam dan mencoba mencari jawaban atas kejadian yang tiba-tiba ini. Semua teman kelasku berhamburan keluar sambil menjerit dan berteriak histeris. Aku keluar kelas dengan membopong Hendra yang mungkin sudah tidak sadarkan diri. Bajuku terkena cipratan darahnya yang terus mengalir. “Ndra…Ndra…kenapa lo?” aku mencoba menanyakan keadaannya. Semua sia-sia. Suasana sekolahku semakin tidak karuan, para perempuan menjerit dan laki-lakinya berteriak sambil melempar batu ke arah luar gerbang.
Aku terkejut saat melihat belasan anak SMA lain juga melakukan yang sama di luar sana. Dalam kecemasanku akan kondisi Hendra, aku meraih sebuah batu didekatku dan dengan tenaga yang ada aku lempar keluar tanpa tahu kenapa dan kepada siapa batu itu diarahkan. Beberapa detik setelah itu aku mendengar sorak gembira teman-temanku seiring perginya belasan siswa SMA yang tidak aku kenal itu entah kemana.
“Hidup Seto, hidup Seto…” lalu sebagian dari mereka tiba-tiba mengangkat tubuhku layaknya pelatih Spanyol yang diangkat para pemain seusai final melawan Jerman. Aku bingung, tapi aku angkat kedua tanganku layaknya seorang pahlawan. Kenapa? Aku sendiri bingung.
Pada saat istirahat itulah aku baru menyadari bahwa tadi sekolahku diserang STM Otomotif karena masalah kemarin sore. Katanya, mereka mengganggu cewek SMA ku dan pelakunya dikeroyok rame-rame oleh teman-temanku dan ternyata mereka tidak terima perlakuan itu. Mereka marah dan menyerang sekolah ini keesokan harinya. Aku senang. Entahlah..selama ini aku dikenal sebagai siswa aneh,Freak,culun dan kampungan. Tapi dalam sekejap aku menjadi banyak teman. Lemparanku yang asal lempar ternyata berhasil mengenai, melukai dan menyebabkan seorang anak STM itu pingsan. Lalu mereka pergi.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku membaca koran kejadian kemarin pagi. Anak STM itu belum sadar. Namanya Ari, anak kelas X yang baru tiga minggu sekolah. Dia pergi dipaksa kakak kelas untuk ikut menyerang sekolah ku dengan alasan solidaritas. Tanpa persiapan apapun dia menyerang sekolahku. Terkena lemparanku tepat dimatanya dan dinyatakan bisa menyebabkan kebutaan. Aku tercenung. Diam. Kedua lututku gemetar…inikah hasil dari ketidaktahuan dan kebodohanku? Apa bedanya aku dengan dia? Tidak tahu apa-apa! Sekilas aku membaca, kedua orang tuanya menangis karena Ari adalah anak sulung yang selama ini membantu mencari penghasilan dengan menjual koran.
Ketiga adiknya yang masih kecil belum bisa berbuat apa-apa. Bapaknya yang pincang mengandalkan penghasilan dari Istrinya sebagai pembantu dan Ari. Si penjual koran. Yang bisa buta oleh lemparanku. Pahlawan sekolah. Yang tidak tahu apa-apa.

BANDUNG, 04 AGUSTUS 2008

K O N T R A

Dalam kegelapan tengah malam jalan Sumatra, tampak seseorang tengah jalan sempoyongan. Ditangannya tergenggam botol yang hampir kosong. Angin malam berhembus menusuk tulang tak lagi dia hiraukan, Bandung tak lagi dia kenal. Semua adalah asing baginya. Ditengah jalan perempatan Sumatra – Kalimantan yang sunyi dari lalu lalang pejalan kaki dan pengendara, dia berhenti lalu berteriak, “ Tuhan….dimana Kau ? Aku minum bir brengsek dan masuk ke bar agar aku dekaaa…at padamu setelah aku tak menemukan-Mu di masjid, di surau, di pengajian-pengajian yang telah aku datangi.” Akhirnya dia tersungkur dan menangis, sendiri dalam kesunyian dan kegelapan malam.
“ Dimana aku sekarang ……?”
Dalam kepeningan kepalanya yang sangat berat, dia menatap langit-langit. Samar-samar nampak olehnya kelebatan peristiwa tadi malam. Yang dia ingat ialah ketika dia tersungkur dan menangis, setelah itu hitam merangkulnya.
“ Adi….ini aku, Sinta, istrimu. Mengenalikah kau padaku ? “ isak seorang perempuan cantik disebelahnya. Dalam benak wanita itu, Adi kini lelaki yang tidak dia kenali. Satu tahun ini, dia merasa Adi bukan lagi lelaki yang pernah dia pacari selama 8 tahun. Dulu suaminya sangat ceria, periang dan supel. Kini, semuanya berubah tatkala kekayaan keluarganya semakin mapan.
“ Adi, apa sebenarnya yang telah terjadi ? darimana saja tiga hari ini ? aku dan anak-anakmu khawatir Di…” tanya Sinta.
Adi menatap kosong wajah istrinya. Wanita itu sangat cantik, pikirnya. Kelebatan memori mengguncang otaknya. Kasih sayang wanita itu tak pernah dia sangsikan, ketulusan wanita dalam melayani dan merawat dirinya benar-benar dia nikmati sepanjang mengenali wanita itu. Rasanya bidadari syorga pun tak sanggup menyaingi kebaikannya. Keahliannya dalam memberikan kepuasan birahi suami sangat sempurna, apa lagi yang aku cari ? pikir Adi.
“ ahhh….Sinta istriku, maafkan aku terus membuatmu khawatir, aku kemarin sedang mencari Tuhan.”

Laman