Kamis, 01 Oktober 2009

MASIH ADAKAH ENGKAU TUHAN…?

( peristiwa gempa di Padang Pariaman, 29 September 2009)

Ini bencana yang kesekian. Ini malapetaka yang kesekian.
Tsunami, gempa, longsor, banjir dan berbagai kecelakaan yang merenggut puluhan bahkan ratusan nyawa sekaligus terus terjadi. Terus terjadi. Dan pada saat seperti ini, semua orang kemudian ingat kepada Tuhan. Menyebutkan nama-Nya dengan lantang. Keras meneriakan nama-Nya dalam nada penuh keyakinan.
Ada yang mengatakan ini semua adalah azab. Azab kepada bangsa ini karena telah begitu akrab dengan kesalahan. Bangsa ini terlalu bebal dengan berbagai peringatan dari Tuhan yang telah sering diperlihatkan. Bangsa ini terlalu angkuh untuk mengakui kesalahan dan segera bertobat. Bangsa ini terlalu sombong untuk mau melakukan introspeksi diri dan melakukan perbaikan. Bangsa ini sudah begitu kotor dengan korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme. Maka Tuhan menjatuhkan vonis dengan berbagai azab yang akan terus mendera. Maka Tuhan tidak lagi perlu berpikir untuk terus merenggut nyawa demi nyawa anak bangsa ini melalui berbagai bencana.
Namun…seburuk apakah bangsa ini sehingga pantas didera berbagai bencana mengerikan? Sudah sekotor apakah bangsa ini sehingga layak mengalami kiamat lebih awal dari bangsa-bangsa lainnya? Sebejat apakah bangsa ini sehingga Tuhan pun telah berpaling dari bangsa ini? Tak adakah lagi kebaikan anak bangsa kita yang bisa meredam kemurkaan Tuhan? Tak adakah kebajikan lagi dari anak bangsa ini yang bisa meredakan amarah Tuhan? Sudah sedemikian hancurkah peradaban bangsa ini sehingga Tuhan sudah angkat berkah dan lindungan-Nya terhadap bangsa ini sehingga Tuhan enggan berpaling lagi?
Adapula yang mengatakan ini adalah cobaan untuk mengukur tingkat keimanan dan keteguhan anak-anak bangsa ini kepada-Nya. Peristiwa demi peristiwa ini tidak lebih dari tes kemapanan dan kestabilan anak bangsa ini terhadap-Nya. Cobaan berarti terapi kejut supaya anak bangsa ini tidak lupa dengan kehadiran-Nya.
Namun, seberapa besar cobaan itu harus terus diberikan kepada bangsa ini untuk membuat kami tetap dijalan-Mu, Tuhan! Berapa nyawa lagi harus kami korbankan sebagai tanda keimanan kami masih tegak disela-sela hati kami? Berapa peristiwa lagi kami harus lalui untuk meyakinkan-Mu bahwa diantara kami masih ada yang yakin atas kekuasaaMu, ya Tuhan….! Masih berapa galon air mata dan liter darah lagi harus mengalir untuk membuat-Mu luluh dan berhenti memberikan cobaan ini?
Yang optimis masih juga mengatakan ini adalah ujian. Ujian karena bangsa ini akan mengalami kenaikan derajat di mata Tuhan. Ujian untuk membuktikan bahwa bangsa ini layak untuk menjadi hamba kesayangan-Nya. Bangsa besar yang hampir seluruhnya adalah umat beragama akan menjadi bangsa besar dan untuk itu harus diuji dengan berbagai kerusakan, kehancuran, kematian, darah dan air mata.
Tapi, seberat apa ujian Tuhan yang Maha Pengasih dan penyayang itu? Adakah batas dari “Tuhan tidak akan membebani diluar kemampuan umatnya” itu? Inikah jenis dari bukti ujian kenaikan tingkat dan derajat kita dimata-Nya?
Ketika ada yang bertanya, manakah yang paling tepat untuk menjelaskan gejala apa dari semua peristiwa ini? kembali semua diam. Hening dan ragu karena memang Tuhan tidak lagi berbicara langsung kepada umatnya! Lantas, kita akan berkata, apapun alasannya, kita harus sabar dan tawakal serta menyerahkan semuanya kepada Tuhan!
Sabar…
Tawakal…
Sampai kapan? Sampai ribuan dera dan derita ini terus berlangsung?
Kalau memang demikian, mari kita kubur kosa kata cobaan, azab dan ujian lantas kita simpan dulu nama Tuhan untuk sementara. Hanya sekedar untuk menyadarkan kita semua, bahwa semua peristiwa ini adalah peristiwa alam semata. Tuhan sudah meyerahkan semua alam semesta ini kepada makhluk bernama manusia. Baik buruk, bencana berkah atau hitam putih bangsa dan alam ini sangat tergantung pada kemampuan manusia. Titik!
Segera bangkit! Ini biasa manusia alami sejak sejarah kehidupan ini dimulai!
Manusia mampu terus bangkit dan bangkit, justru ketika manusia belum mengenal Tuhan!
Bencana ada sejak manusia sendiri belum ada. Sebelum kata Tuhan dikenal manusia. Ketika sejarah Tuhan belum dimulai dalam peradaban manusia.
Tuhan tetap harus ada bagi orang-orang yang membutuhkan alasan dari semua hal yang tidak dipahaminya, diluar jangkauan akal dan pikirannya, diluar bayangan dan imaji terliarnya sekalipun. Tuhan harus ada untuk membuat dirinya merasa nyaman, aman dan terlindungi. Tuhan harus ada untuk meyakinkan dirinya bahwa segala penderitaannya akan berbuah kebahagian di hari kelak. Tuhan harus ada untuk menjadi jaminan bahwa kebaikannya sekecil apapun akan membawa dampak terhadap kehidupannya kelak.
Tuhan itu harus ada. Bagi mereka!
Tapi, setelah berbagai peristiwa yang menguras air mata. Masihkah ada Dia?

Kamis, 01 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Laman