Kamis, 23 Juli 2009

Wanita Pun Ingin Bahagia

“Ayo dong Andika, Nadia, cepetan mama kan harus belanja keperluan rumah. Mama harus cepat ke mall-nya!” teriak Melly kepada anak-anaknya. Melly berusaha mengejar anak-anaknya yang sedang asyik bermain ketika semuanya sudah siap berangkat untuk berbelanja kesalah satu mall yang sering mereka datagi untuk belanja bulanan.
”Pa...beneran nih ngga akan nganter mama?” Tanya Melly kepada suaminya yang tengah asyik membersihkan aquarium kesayangannya. Melly terkadang cemburu dengan ikan-ikan itu.
”Mama kan liat papa lagi sibuk. Ngga apa-apa kan pergi ama anak-anak dan bi Inem. Lagian mama kan pegang uangnya cukup, jadi papa rasa mama bisa pergi sendiri.” jawab Fredy, suaminya. Tangannya basah oleh air aquarium kesayangannya. Sudah dua minggu aquarium itu tidak dibersihkannya. Dia khawatir ikan-ikan itu akan mati.

”Ya udah, mama pergi dulu ya pa…kalau mau makan, Inem udah masak makanan kesukaan papa di lemari makan” sambung Melly sambil berusaha menciumpipi suaminya. Namun Fredy menghindar.
”Bau Ma.. papa belum mandi nih”
Melly menghentikan maksudnya, di tahu suaminya akan menolak diciumnya. Suaminya sudah dikenalnya dingin dengan hal-hal yang berbau romantis. Dulu sifat itulah yang disukai Melly,, tapi sekarang dia merindukan keromantisan seorang suami, namun belum juga dia rasakan. Walaupun dia tahu selama ini suaminya masih tetap setia kepada dirinya.
Melly bergegas mengambil tas belanjaannya. dia sudah tidak sabar untuk segera pergi ke mall langganannya.
Dengan menuntun kedua anaknya yang masih kecil-kecil itu, Melly segera masuk ke mobil dan menyuruh Inem untuk menjaga anak-anaknya dibelakang. Di starter-nya mobil dengan tenang namun agak bergetar. Menujukkan sebuah ketidaksabaran yang dicobanya untuk disembunyikan dari suaminya.
Didalam mobil, pikiran Melly benar-benar diisi dengan dentuman sensasi yang sangat membangkitkan gairahnya. Mall-ku...aku dataaa...ng, teriak Melly dalam hatinya. Dia mencoba mengusir bayang-bayang suaminya yang sedingin gunung Jayawijaya itu. Pernikahannya sudah 10 tahun berjalan dan kehidupannya sangat rukun, tenang bahkan nyaris tanpa gejolak. Datar dan lurus.
Suaminya bukan tipe wanita ”normal” pikirnya. Sifat suaminya yang kaku dan tidak romantis membuat hati Melly tenang selama ini dalam mengarungi rumah tangga. Tidak pernah dia menemukan gejala kebohongan dan perselingkuhan suaminya, baik masalah uang maupun masalah kesetiaan.
Lurus...tenang...datar......
”Hmmmmmm....” desah Melly disela kegiatannya mengatur kemudi mobil. Desahannya cukup membuat Bi Inem yang telah menemani nyonya-nya selama 8 tahun agak khawatir. Pengalamannya sebagai seorang wanita yang pernah menjalani pernikahan bisa membaca masalah yang terjadi. Masalah yang terlihat tenang dipermukaan namun penuh gejolak di dalamnya.
Inem adalah salah satu orang yang heran, karena selama dia tinggal dirumah itu, tidak pernah sekalipun mendengar pertengkaran dari induk semangnya. Tidak pernah ada kata-kata kasar, pertengkaran, atau permasalahan yang dia bisa lihat atau dengar. Awalnya semua itu menimbulkan kekaguman, namun akhir-akhir ini dia merasakan bahwa itu tak biasa. Sebuah keluarga tanpa pertengkaran dan masalah adalah sebuah keanehan bagi bi Inem yang hari-harinya dalam berumah tangga selalu diwarnai percekcokan dan pertengkaran. Masalah ekonomi adalah penyebab utama.
Ketika mobil berbelok masuk ke mall itu, hati Melly benar-benar semakin tak menentu. Debaran jantungnya semakin cepat dan keringat dingin mulai menghinggapi tubuhnya yang semampai, putih dan seksi. Sebuah prestasi yang sulit dicapai oleh seorang wanita yang sudah memiliki dua anak. Dilahan parkir itu, Melly langsung berjalan cepat diikuti oleh Andika yang terlihat agak berlari mengejar langkah mama-nya. Nadia dipangku bi Inem yang terengah-engah dibelakang.
”Bu, maaf...kok ke arah tempat mainan anak-anak? Kan kita mau belanja keperluan sehari-hari!” tanya bi Inem yang benar-benar kelelahan mengejar nyonya-nya itu. Dia benar-benar heran dengan Melly yang berjalan seperti dikejar setan dan menuju ke arah yang selama ini justru selalu dihindari. Tempat mainan anak-anak.
”Udahlah bi, sekarang bibi ikut aja, nanti saya terangkan di sana” jawab Melly. Dia menyadari bahwa dirinya benar-benar tidak bisa mengendalikan diri. Dia harus segera bertindak wajar, supaya bi Inem dan kedua anaknya tidak curiga kepada dirinya.
”Gini bi...sekarang bibi temani anak-anak main di sini. Mereka bebaskan saja menaiki mainan yang mereka mau. Bibi akan saya beri uang yang cukup untuk main anak-anak dan makanan mereka. Biarkan mereka main sepuas-puasnya disini sambil menunggu saya belanja. Bibi ngga usah ikut saya belanja, supaya cepet ya bi....” papar Melly dengan suara yang agak bergetar. Lalu dari tasnya, Melly mengeluarkan uang sebesar 500 ribu rupiah. Sebuah jumlah yang sangat banyak untuk main anak-anak, pikir bi Inem. Tapi dia tidak peduli. Tugas dia hanya menjaga anak-anak nyonya-nya ini. Dan senang karena tidak harus menemani sang nyonya belanja. Karena selain lama, dia juga capek bila harus sambil menjaga anak-anak.
”Ya Nyah....bibi jagain anak-anak. Nyonya belanja aja yang tenang” Jawab Bi Inem segera. Lalu Inem menuntun anak-anak itu menuju sorga anak-anak itu.
”Asiiiiiik, mainan, mainan!!!!” teriak Nadia dan Andika. Mereka berlari menuju mainan yang mereka gemari. Sejenak Melly menatap kedua anaknya itu. Dia merindukan suaminya bermain bersama, bercanda bersama. Dengan dirinya dan anak-anak, namun semua itu tidak pernah mereka alami.
Melly membalikan badannya. Dia segera menuju ke arah swalayan di mall tersebut, namun ketika sudah dekat tiba-tiba Melly berbelok arah menuju tempat makan. Sejenak dia menebarkan pandangannya kesekeliling tempat makan tersebut. Akhirnya dia menemukan sosok yang dikenalnya. Melly tersenyum dan menghampiri lelaki itu. Lelaki itu pun tersenyum kepadanya. Sebuah seyuman yang selama ini mengisi mimpi ditidurnya.
”Maaf ya dik, Mba harus ngurus dulu anak-anak” kata Melly sambil mencium kedua pipi lelaki itu. Lelaki itu membalasnya dengan seyum.
”Ngga apa Mba, saya ngerti kok kalau mba harus mengurusi anak-anak dan papanya ya....!” jawab lelaki itu.
”Gimana, langsung aja yu. Waktu mba terbatas nih” tanya Melly. Lelaki itu bangkit dan langsung menggenggam tangan Melly. Dan berjalan menuju parkir mobil. Melly memberikan kunci mobil itu kepada lelaki disampingnya.
”Kamu yang nyetir ya...!” pintanya.
“Oke mba, buat mba apa sih yang saya ngga kasih”. Tangannya mengambil kunci dari tangan Melly sambil meremas pelan tangan Melly. Menariknya, lalu mencium tangan halus Melly. Melly merasakan getaran yang tidak pernah dia alami sejak Fredy menjadi suaminya.
”Mba cantik banget....seksi lagi....”
”Ah...kamu tuh gombal ya!” cubit Melly mendarat di tangan lelaki muda itu. Lelaki itu mungkin berusia 19 tahun. Muda, ganteng dan romantis. Benar-benar lelaki impian Melly, sekarang!

Mobil meluncur ke sebuah hotel yang tak jauh dari dari mall itu. Melly langsung memeluk tangan lelaki itu dan menyandarkan kepalanya di pundak lelaki itu. Kemesraan dua manusia ini sangat membuat iri tamu hotel. Sepasang kekasih yang harmonis, pikir mereka. Langkah mereka langsung menuju resepsionis dan menghilang dibalik tembok-tembok kamar hotel.

Tiga jam kemudian Melly muncul di tempat mainan itu. Langsung mengajak bi Inem dan anak-anak untuk pulang.
”Udah ma belanjanya....?” tanya Fredy. Melly mengangkat bahu. Menyuruh bi Inem membawa belanjaannya yang tidak sebanyak biasanya.
”Bi, kok belanjaannya sedikit?” tanya Fredy kepada Inem.
”Iya den, abis anak-anaknya main dan Nyonya belanja sendirian. Kasian mungkin nyonya capek tuan” jawab Inem.
Wajah Melly benar-benar cerah sore itu. Fredy merasa Melly sangat cantik hari ini. Fredy melipat koran sorenya. Menyusul isterinya yang sedang rebahan di tempat tidur.
”Ma...mama...capek ya...pengen nih ma...” kata Fredy tanpa basa basi.
”Pa...jangan ah...mama capek nih....ntar-ntar aja ya” jawab Melyy sambil membalikan tubuh dan membelakangi suaminya. Dia tahu suaminya keluar dari kamar. Melly tersenyum. Sebuah senyum kepuasan yang dialaminya siang itu. Di hotel itu. Bersama lelaki itu. Dia tidak pernah menyangka perkenalannya dengan lelaki dari chating dan facebook telah mengisi kekosongan hatinya. Hati yang kering kini telah terisi oleh busa dan gelombang rasa cinta yang hampir mati.
Dia raih HP dari tasnya. Memijit beberapa huruf dan menjalin menjadi sebuh kata di layar HP-nya.
”Terima kasih sayang, minggu depan kita bertemu lagi ya...!” lalu jari lentik itu memijit tombol ”send”. Beberapa saat kemudian HP itu bergetar. Melly tersenyum membaca balasan sms-nya.
”Terima kasih juga Mba, pengalamannya luar biasa”

Bandung, 23 Juli 2009
Untuk para isteri yang senantiasa setia
-Imam Wibawa Mukti-

Tidak ada komentar:

Laman