Minggu, 21 Desember 2008

SAATNYA SAYA MENJADI GOLPUT

Dalam pemilu yang dimaksud dengan golput adalah orang atau kelompok yang dengan penuh kesadaran tidak ikut menentukan pilihan dan tidak mau terlibat dalam kegiatan pemilu baik secara langsung maupuan tidak langsung karena alasan tertentu yang menyebabkan orang atau kelompok tersebut merasa tidak perlu berpartisipasi dalam semua kegiatan dan tahapan pemilu. Jadi kalau ada orang yang tidak memilih karena sedang pergi, ada acara keluarga, tidak tercatat sebagai pemilih atau lupa karena ketiduran, itu bukan golput.
Nah, rasanya sekarang waktunya bagi saya menjadi golput. Tiga kali saya mengikuti pemilihan umum dan mengurungkan niat menjadi golput dengan harapan adanya perubahan, adanya perbaikan dan adanya semangat dari semua elemen negara untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Ternyata……semua hanya impian belaka! Korupsi terus terjadi dan semakin menggila, kekacauan keamanan lokal maupun nasional lebih sering terjadi, penegakan hukum hanya ilusi, kelangkaan sembako menjadi berita tiap hari. Dan yang paling jelas terlihat adalah semakin telanjangnya para politikus kita dalam menghalalkan segala tujuan untuk meraih tujuan sendiri, tujuan jangka pendek dan tujuan kelompoknya semata.
Sekarang semua semakin nampak bagi saya kebobrokan pelaku pemerintahan dan semakin banyak pula alasan bagi saya untuk menjadi golput.
Dulu saya beranggapan, dengan pemilu yang jurdil negara ini dapat menentukan pemimpin negara yang lebih baik. Tapi ternyata sulit sekali. Masyarakat kita semakin terjebak pada figur dan romantisme masa lalu ketimbang memperbaiki sistem kenegaraan yang lebih baik. Perubahan pucuk pimpinan tidak diikuti oleh perbaikan sistem korup dan perbaikan birokrasi yang amburadul. Sehingga apapun kebijakan pemerintah, semuanya hanya sampai tingkat wacana,
Dulu saya mengira, dengan ikut pemilu, minimal saya dapat memilih kandidat pemimpin yang terbaik dari yang buruk. Tapi ternyata semuanya telah membusuk. Pemimpin yang muncul pada tataran nasional maupun lokal adalah produk masa lalu dan kalupun ada yang baru, semuanya terjadi secara instan karena ketenaran maupun koneksi.
Dari semua pemilu, yang keluar hanyalah omong kosong tapi ironisnya masyarakat kita belum cerdas untuk bisa memilih mana yang omong kosong dan mana yang benar. Bagaimana kita tidak bereaksi ketika Prabowo mengindikasikan akan mencalonkan diri menjadi presiden. Dia, yang pernah menjadi tersangka kasus penculikan dan pelanggaran hak asasi, kabur ke Jordan dan menetap disana. Lalu pulang ketika semua masalah telah ditutup (ditutup-tutupi) dan seolah menjadi pahlawan dengan mengambil romantika masa lalu dan menjanjikan perubahan. Begitu juga dengan Megawati yang seharusnya sadar bahwa dirinya tidak lebih dari boneka yang dimainkan orang lain dibelakangnya karena membawa nama besar Soekarno. Juga SBY yang telah terbukti secara nyata di masyarakat tidak bisa mengambil langkah-langkah yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat karena harus berbagi kekuasaan dengan banyak partai pendukungnya. Walau berdalih dibalik angka statistik dan laporan BPS yang mengindikasikan adanya perbaikan, tapi dalam kenyataannya, rakyat jelata tidak merasakan itu. Minyak tetap mahal dan langka. Elpiji yang ditawarkan menjadi solusi tetap hilang dipasaran bahkan dinaikan harganya. Sumber daya alam tetap di lego ke negara asing. Korupsi tetap terjadi dilingkaran pejabat tinggi. Dan berbagai tindakan bodoh yang dilakukan staffnya lebih sering terjadi di pemerintahannya.
Jadi, kepercayaan saya secara pribadi telah hilang…entah yang lain. Masyarakat yang masih menggantungkan nasibnya pada harapan dan mimpi. Syukurlah rakyat kita masih memiliki mimpi dan harapan yang begitu panjang dan kekal, sehingga berjuta kali dibohongi dan dimanfaatkan, masih juga mau ikut pemilu.
Golput bukan kekuatan politik. Tapi gerakan moral. Dan tidak akan berpengaruh pada keberlangsungan pemilu secara nasional, tapi setidaknya dengan semakin besar pengikut golput maka akan semakin turun legitimasi pelaksanaan pemilu dan hasil yang dicapainya.
Golput bukan gerakan sia-sia dan mubadzir. Tapi memiliki tujuan yang mendasar, yaitu mencoba memperbaiki sistem yang buruk dengan tidak terlibat dalam sistem tersebut. Golput bergerak dalam diamnya. Golput berbicara dalam kebisuannya. Golput berharap dalam kehampaannya.
Tetap berharap…suatu saat Indonesia menjadi lebih baik. Taau setidaknya pemilu dapat melahirkan pemimpin yang lebih baik. Yang lahir dari kegelisahan rakyatnya.

Bandung, 5 September 2008

Tidak ada komentar:

Laman