Kamis, 27 Agustus 2009

RAMADHAN BUKAN BULAN BELANJA

Catatan malam kedua…
Dalam khutbah malam pertama, diuraikan bagaimana istimewanya bulan Ramadhan. Salah satunya adalah bahwa bulan ini adalah bulannya Allah, sementara Sya’ban adalah bulannya Nabi kita Muhammad SAW.
Karena bulan Ramadhan adalah bulannya Allah, maka Allah menghidangkan tiga menu yang khusus dibuat-Nya untuk umat yang memuliakan bulan ini, pertama Barokah, Rahmah dan Maghfiroh.
Barokah berarti dibulan ini setiap rezeki yang didapat umat yang shaum di bulan Ramadhan akan memberikan manfaat yang positif bagi kehidupan. Misalnya pendapatan yang kecil akan mencukupi sementara penghasilan yang besar akan manfaat. Oleh karena itu tidak perlu kita sangsi dan khawatir akan rezeki Allah seandainya kita melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya. Sementara Rahman adalah mendapatkan kasih sayang Allah. Dibulan inilah kita berlomba untuk menggapai sayang Allah, bukan hanya dikasihani Allah. Bahkan ada ulama yang menyatakan bahwa, kalau ada seseorang yang masuk syorga hakekatnya bukan karena amalan kita selama di dunia, namuna karena sayangnya allah kepada kita. Dan yang terakhir adalah Magfirah, ampunan allah akan dikucurkan kepada umatnya yang menjalankan shaum di bulan Ramadhan.
Tapi bagaimana dengan kenyataannya?
Ada fenomena menarik setiap menjelang bulan Ramadhan, yaitu melonjaknya harga berbagai barang khususnya kebutuhan sembilan bahan pokok. Pemerintah waspada, masyarakat panic dan televise gencar mewartakan peristiwa tahunan ini. Gejala apa sebenarnya ini?
Sebenarnya pemerintah tidak perlu panic dan repot mengurus masalah kenaikan harga barang menjelang Ramadhan ini. Ada beberapa alasan, pertama karena peristiwa ini adalah rutin terjadi tiap tahun. Sehingga sehebat apapun pemerinta ikut campur untuk mempengaruhi harga pasar, maka semua itu menjadi sia-sia karena peritiwa ini akan selesai sendiri ketika bulan Ramadhan lewat. Kedua, harga sangat ditentukan oleh adanya permintaan dan penawaran. Ketika permintaan melonjak seperti disaat menjelang bulan Ramadhan, maka penawaran seanyak apapun akan menjadi sia-sia atau tidak berpengaruh secara signifikan. Ketiga, biarlah rakyatt Indonesia menyadari bahwa bulan Ramadhan bukanlah bulan pesta pora, bukan bulan belanja dan bukan bulan untuk memusingkan menu sahur atau buka.
Alasan yang ketiga sangat penting diulas, mengingat masyarakat Indonesia saat ini begitu jauh melenceng memaknai tibanya bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan, bahkan jauh hari sebelumnya, sering dijadikan alasan untuk mengumbar hasrat nafsu konsumerisme.
Ini bukan masalah menghormati bulan Ramadhan atau bukan! Ini masalah hakekat sebuah ibadah! Bagaimana mungkin bulan yang penuh hikmah ini bisa berubah menjadi bulan yang penuh dengan gejolak harga, rebutan tiket mudik atau berlomba pamer kekayaan.
Banyak orang yang membenarkan perbuatannya dengan menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk menghormati bulan suci ini. Menghormati bulan Ramadhan? Itu penting...pertanyaannya adalah apa yang kita lakukan dengan niat menghargai bulan itu? Belanja jor-joran dengan membeli sejumlah makanan dalam jumlah yang besar? Dengan cara memborong beras sehingga beras langka dipasaran, menumpuk sembako dengan harapan mendapatkan untung dari kenaikan harga? Atau belanja pakaian dengan harapan tidak merasa malu pada saat mudik?
Semoga disaat mendatang, saat bulan Ramadhan orang tidak lagi sibuk dengan belanja dan mudik, tapi justru pergi kedalam hatinya masing-masing, mengasingkan diri untuk sekedar melakukan kontemplasi sesaat dan merenungi, apakah Ramadhan ini benar-benar untuk mendapatkan berkah, kasih sayang dan ampunannya, atau sekedar menjalankan ritual fisik semata!
Walahualam!
21 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Laman