Senin, 09 November 2009

KEDUDUKAN SUMPAH DALAM HUKUM KITA?


Saya bukan ahli hukum dan ulama, jadi judulnya diberi tanda tanya.
Beberapa hari ini saya melihat beberapa pejabat negara kita gandrung mengucapkan sumpah karena tersandung masalah besar yaitu kasus “kriminalisasi KPK”. Dari mulai Kabareskrim Susno Duadji, Pimpinan KPK Bibit, wakil ketua KPK M.Yasin dan lainnya. Sebenarnya apa arti sumpah yang mereka ucapkan itu? Apa pertimbangan mereka sehingga merasa sangat perlu mengucapkan sumpah di depan khalayak umum? Apakah pengucapan sumpah itu berimplikasi hukum kepada mereka yang namanya terbawa-bawa dalam kasus ini?
Sumpah sebenarnya sudah mereka ucapkan ketika mereka diangkat untuk menduduki jabatan tertentu, sumpah jabatan namanya. Sumpah itu dilakukan dengan mengucapkannya dibawah kitab suci masing-masing, sebuah tindakan ritual yang sakral karena membawa nama Tuhan. Saya tidak tahu apakah mereka benar-benar mengucapkan sumpah itu ketika diambil sumpahnya atau mereka hanya berguman saja untuk kamuflase gerakan bibir dan menutup hati karena ketakutan tidak bisa menjalankan sumpah itu?
Sumpah kepada Tuhan sebenarnya urusan pribadi dirinya dengan Tuhan. Rasanya sangat naif kalau kita melakukan sumpah kepada Tuhan untuk urusan atau kasus yang sedang menimpa kita dihadapan umum. Apa tujuannya kalau semua itu tidak akan pernah bisa dibuktikan kesalahan dan kebenarannya? Sebagai individu yang beragama, merupakan sebuah kewajiban bagi kita untuk berikrar tiada Tuhan selain Dia dan kita berjanji akan menjalankan perintahnya dan menghindari larangannya, namun itu bersifat individual. Untuk mengatakan kepada sesama manusia bahwa kita menjalankan semua itu, satu-satunya cara adalah dengan menunjukkannya melalui sikap keseharian. Tanpa selalu membawa embel-embel nama Tuhan dan atribut keagamaan lainnya.
Tapi bagaimana kasusnya bila kita merasa di-dzalimi, difitnahh atau dijebak sehingga menjadi korban dari ketidakadilan! Ada dua cara mengatasi hal tersebut. Pertama, yang bersifat pribadi yaitu berserah diri kepada Tuhan, karena tanpa ijinnya tak ada kekuatan yang mampu menjatuhkan kita. Cara ini menjadi sangat pribadi karena menyangkut masalah keyakinan kita terhadap kekuasaan-Nya. Dan rasanya kepada Tuhan pun kita tak perlu bersumpah karena Tuhan Maha Tahu. Kalau hanya yakin kepada Tuhan, maka kita akan menjadi tidak terlalu memikirkan apa yang ada dibenak orang lain. Bagi kita, cukuplah Tuhan yang mengetahui segala kebenaran. Apapun yang menimpa kita pasti atas sepengetahuan-Nya dan mengandung hikmah atau ilmu dibalik semua kejadian.
Kebenaran manusia itu relatif sehingga kebenaran yang bisa dicapai oleh hukum buatan manusia pun menjadi relatif. Berbagai kesempatan dan celah bisa dimanfaatkan manusia untuk berbuat kesewenang-wenangan terhadap orang lain. Namun, Tuhan sudah menyerahkan “Kebenaran” sebagai proses yang harus terus dicari oleh manusia dengan menggunakan akal, pikiran dan nuraninya. Tuhan itu sumber kebenaran Hakiki, jadi yang berhak menyatakan kebenaran mutlak hanyalah Tuhan. Manusia hanya berperan untuk berproses mencari dan menegakan hukum kebenaran sesuai dengan kemampuan manusia menegakkannya. Sebuah kesombongan luar biasa ketika ada orang atau kelompok yang menyatakan paling benar dan paling berhak untuk mengembalikan orang lain kepada kebenaran versi mereka. Memang benar Aturan dan firman Tuhan itu benar, namun ketika turun kepada manusia dengan segala interpretasi dan latar belakang tertentu, maka kebenarannya menjadi relatif. Tetaplah yakin, bahwa hukum dan aturan manusia memang sangat rentan terhadap kdzaliman, namun Tuhan tidak tuli dan buta.
Yang kedua, sebagai manusia kita memiliki kewajiban untuk berusaha semaksimal mungkin melakukan “perlawanan” melalui jalur yang seharusnya, dalam hal ini yaitu hukum. Hukum manusia sangat mungkin memiliki kekurangan, dan sekarang kekurangan itu menjerat kita dalam kasus hukum. Tidak perlu bersumpah atas nama Tuhan kepada manusia. Lakukan saja jalur hukum dengan mengikuti aturan yang ada sehingga setiap orang akan mengamati apakah kita benar atau tidak. Kekurangan hukum yang telah menjebak kita bisa mendapatkan pencerahan karena kasus kita.
Jadi, untuk Susno, Bibit dan Yasin, ikuti saja jalur hukum dengan tetap berusaha untuk membuktikan dirinya masiing-masing itu tidak bersalah, titik. Berbagai manuver untuk saling menyalahkan dan melarikan diri dari jeratan hukum semakin membuat kalian terpojok dalam fakta dan bukti hukum.
Jangan-jangan, para pejabat tersebut mengucapkan janji dan sumpah hanya untuk menjaga nama mereka dimata masyarakat! Karena Tuhan tidak perlu sumpah itu! Hukum tidak peduli dengan sumpah itu! Masyarakat menilai sendiri dengan segala keterbatasan dan kelebihannya! Apa yang mau dijaga dari nurani masyarakat? Masyarakat tidak selalu benar, ya! tapi masyarakat bisa memberikan penilaiannya jauh lebih obyektif karena tidak memiliki kepentingan apapun.


Imamwibawamukti

Tidak ada komentar:

Laman