Minggu, 21 Februari 2010

KUSERAHKAN DIRIKU SEBAGAI PENEBUS DOSAKU


Dibuka pintu rumahnya dan tampaklah seorang lelaki setengah baya dengan menuntun seorang anak lelaki kecil sekitar 9 tahunan dan seorang wanita dengan menggendong bayi dipelukannya.  Semuanya tidak dikenalnya sama sekali  namun tidak ada alasan baginya untuk mengusir mereka sebelum tahu siapa dan tujuannya.
“Maaf…ada yang  bisa saya bantu?” Tanya Sarah.  Kecurigaan sempat menghinggapi dirinya.  Dijaman seperti sekarang ini, banyak hal yang dipikirnya tidak mungkin justru sering terjadi.  Keluguan dari tamunya benar-benar membuatnya khawatir tidak mampu menolak.  Dilebarkannya pintu dan dipersilahkannya mereka masuk.
Setelah mereka membuka sandalnya, terlihat keraguan mereka memasuki rumah sebesar itu.  Mungkin bagi mereka rumah itu adalah istana.   Sebuah ruangan dengan dipenuhi barang-barang mewah menghiasi seluruh bagian rumah tersebut.  Keramik sebesar pintu dengan kursi besar terasa menjadi kecil ditengah ruangan seluas bioskop itu.  Tidak ada yang tidak mereka kagumi dari ruangan itu, termasuk lantainya. 
“Baik bapak..ibu…ada yang bisa saya bantu?” kembali Sarah membuka pembicaraan dan berusaha memecahkan kebekuan dan ketakutan diwajah mereka.  Kini Sarah semakin yakin, tamu di depannya bukanlah orang yang patut ditakuti.
“Maaf nyonya, saya Masdi, ini isteri saya dan mereka adalah anak-anak saya….”  Jawab lelaki setengah tua itu dengan sopan.  Terlihat oleh Sarah, tangan lelaki yang mengaku Masdi itu gemetar.  Sebuah ketakutan menyelimuti mereka.
“Saya sengaja mendatangi rumah ini untuk mengucapkan rasa terima kasih kami kepada nyonya” lanjutnya.  Sarah tersenyum.  Dirinya sama sekali tidak mengenal keluarga ini. sama sekali tidak pernah melihat mereka atau salah satu diantara mereka.  Namun itu tidak membuatnya heran karena selama ini banyak hal yang tidak pernah terpikirkannya, justru sering dialaminya.  Termasuk kejadian hari ini.  Pasti ada alasannya, pikir Sarah.
Melihat Sarah tersenyum dan tidak menunjukkan rasa permusuhan, maka lelaki itu kini mulai terasa santai.  Raut wajahnya tidak lagi menunjukkan ketegangan.
“Saya pernah menemukan Handphone milik ibu….eh maaf mungkin lebih tepat mencurinya….!”  Kata Masdi.  Tatapannya langsung menghujam lantai.  Kehinaan, ketakutan dan kekalutan jelas terdengar dari keringnya tenggorokan lelaki itu. 
Sarah memanggil seseorang.  Wanita berperawakan sedang dengan kain kebaya lusuh.  Diperintahkannya wanita itu untuk menyiapkan minuman dan makanan.  Kembali Sarah menatap Masdi dengan lembut.  Tatapan yang bagi Masdi menjadi ujung tombak beracun dan langsung menghujam jantungnya.
“saya sendiri hampir melupakannya pak….bagi saya sebagai orang yang bergerak di bidang bisnis, tentunya bukan handphone yang lebih penting bagi saya…tapi data no HP dari relasi-relasi saya yang sangat penting bagi saya.” Papar Sarah.  Bicaranya lembut dan tidak terasa adanya getaran marah atau kesal.  Bagi Masdi ini pun merupakan siksaan.  Dirinya bersiap untuk dicaci dan diusir dari rumah mewah itu.  Sementara isterinya tidak berbicara dan beraksi apapun.  Dia tengah bersiap kehilangan suaminya tercinta untuk jangka waktu agak lama.  Dipenjara.
“saya benar-benar minta maaf bu…tapi saya terpaksa melakukannya karena saya sangat membutuhkan uang….”
Sarah bisa merasakannya.  Perkataan yang bisa dipercaya,pikirnya.  Sepintas keluarga ini bukanlah keluarga berada atau setidaknya bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.  Dan datangnya mereka kerumahnya adalah bukti dari kejujuran itu.
Tapi apakah semudah itu dijaman sekarang dia harus mempercayai orang?
“baik pak…anggaplah handphone itu jadi milik bapak…”  jelas sarah.  Dia harus segera mengakhiri pembicaraan ini sesegera mungkin dan membuat keluarga ini pergi dari rumahnya tanpa ada yang tersinggung.
“tapi bu…saya tidak bisa tenang kalau ibu tidak memberikan sangsi untuk saya.  Saya merasa dosa saya tidak akan hilang kalau ibu begitu saja memaafkan saya…”
“saya menyerahkan diri saya untuk menerima hukuman atau sangsi apapun dari ibu…”
Sarah mulai khawatir.  Baginya, hal seperti ini tidak mungkin terjadi.  Orang mencuri lalu mengakui dan minta dihukum.  Bagi dirinya, ini adalah ancaman….
Keluar membawa secangkir air dingin.  Wanita paruh baya itu kemudian menyimpan minuma itu di meja.  Tersenyum lalu pergi.  Sarah ingin menyuruh pembantunya menemani dia.  Tapi takut hal itu akan menyinggung tamunya.
Bersambung

Tidak ada komentar:

Laman