Kamis, 04 November 2010

Memandang Fenomena Mistis Merapi dari Perspektif Agama

Jumat, 05/11/2010 09:57 WIB
(Awan Berbentuk Sosok Mbah Petruk)




Jakarta - Tatkala Sang Prabu Brawijaya terakhir di hadapan Sunan Kalijaga menyatakan diri memeluk agama Islam penasehat spiritual Sang Prabu marah tak terkendali. Dia bersumpah serapah akan kembali ke habitatnya (menjadi danyang) dan akan membuat gangguan di Tanah Jawa dengan berbagai bentuk bencana alam, musibah, dan wabah penyakit sehingga hidup menjadi sengsara dan menderita.

"Sebagai pertanda kebenaran kata-kata hamba ini dapat Paduka saksikan ketika Gunung Merapi meletus", begitulah katanya.

Kejadian di atas tertuang dalam buku Ramalan Jayabaya karya Sang Pujangga Ronggowarsito. Buku tersebut juga meramalkan 500 tahun ke depan (sejak 1470 M) akan ada kejadian malapetaka yang akan menimpa:

Banjir bandang ana ngendi-endi, gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni, gethinge kepathi-pati marang pandhita kang olah pati geni marga wedi kapiyak wadine, sapa sira sing sayekti = Banjir bandang terjadi dimana-mana, gunung meletus tanpa dapat diprediksi karenanya tiadanya isyarat yang mendahuluinya; perasaan benci berlebihan terhadap mereka yang bersikap arif maupun para cerdik-cendekiawan karena pada umumnya orang takut terbongkar rahasia pribadinya.

Akeh laknat, akeh pengkhianat, anak mangsa bapak, sedulur mengsah sedherek, guru padha satru, buruh dadi mungsuh, kana kene padha ngumbar angkara murka = Banyak laknat, banyak pengkhianat, yang muda melawan yang tua, saudara memusuhi saudaranya, guru saling berseteru, buruh jadi musuh, di mana-mana banyak yang melampiaskan kemarahan.

Akeh udan salah mangsa, akeh prawan tuwa, akeh randha meteng, akeh bayi tanpa bapa, agama akeh sing nantang, kamanungsan akeh sing ilang, omah suci padha dibenci, omah ala padha dipuja, wanodya padha wani ing ngendi-endi = Banyak hujan turun salah musim, banyak perawan tua, banyak janda hamil, banyak bayi tanpa ayah, banyak orang menentang agama, banyak orang kehilangan kemanusiaan; rumah suci dibenci, tempat maksiat dipuja, dan wanita berani tampil di mana-mana.


Ratu ora netepi janji musna kuwasa lan prabawane, wong padha mangan wong, kayu gligan lan wesi hiya padha doyan, dirasa enak kaya roti bolu, yen wengi padha ora bisa turu = Karena pemimpin tidak menepati janjinya, maka hilang kekuasaan dan pudar kewibawaannya, orang makan sesamanya, kayu dan besi juga dimakan layaknya kue bolu (korup), namun menyebabkan sulit tidur pada malam hari.

Jika kita memahami utuh alur pikir Sang Pujangga buku tersebut isinya sangat logis. Karena, pada dasarnya kehidupan dunia ini pergulatan antara yang benar dan yang bathil. Perang keikhlasan melawan keserakahan. Bisa jadi yang dialami Sang Prabu dalam buku itu kejadian nyata atau sekedar pergumulan batin menuju insan kamil dan tatanan hidup yang madani.

Merapi dan Laut Kidul, menurut kepercayaan Jawa memiliki kekuatan magis yang dijaga oleh penguasa halus. Sebagian orang Jawa percaya danyangnya Merapi itu danyangnya danyang se Jawa (baca: Nusantara). Sedangkan penguasa pantai selatan disebut Nyai Ratu Kidul. Itulah mengapa setiap Merapi meletus dan ombak Pantai Selatan 'menghajar' manusia selalu dikait-kaitkan dengan 'penguasa Jawa tidak tampak' sedang marah.

Kalau kita mau jujur dampak psikologis letusan Merapi dan tsunami Pantai Selatan akan jauh lebih besar dari kerugian materi itu sendiri. Banyak orang percaya kalau fenomena alam ini pertanda bangsa bakal dirundung duka, pageblug akan
tiba, kesulitan akan menghadang. Bahkan, sang penguasa akan lengser dan negeri kisruh.

Cara berfikir seperti ini akan berakibat buruk bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat kita. Sebagaimana kita ketahui ada beberapa titik di muka bumi yang dibuktikan secara ilmiah memiliki energi alam yang sangat besar. Energi besar menyedot perhatian.

Ada gula ada semut. Di mana ada energi besar di situ pula banyak yang ingin merapat. Mereka memiliki interes ingin menguasai. Dengan prinsip menguasai titik inti akan mudah menguasai wilayah sekitarnya. Agama mengingatkan di situlah setan mulai bermain memperdayai manusia. Tentu dengan berbagai cara. Termasuk godaan dan bisikan.

Itulah mengapa Kabah di Mekah yang konon pusat bumi sejak zaman Jahiliah sampai pasukan Muhammad merebutnya dalam perang tanpa pertumbahan darah. Terdapat ratusan lebih patung dan benda-benda keramat yang disembah dari penjuru jazirah.

Benda-benda itu diyakini memiliki kekuatan gaib sebagai 'simbol penguasa jazirah' dari masing-masing suku. Sejak itu pula benda-benda tersebut disingkirkan oleh Rasulullah. Beliau juga menyuruh Bilal, si negro hitam legam untuk naik ke puncak Kabah mengumandangkan zzan. Sebuah kekuatan yang sesungguhnya.

Barangkali benar anggapan sebagian orang. Di Merapi dan Pantai Selatan terdapat kerajaan makhluk halus. Penghuninya bangsa makhluk halus. Pasukannya banyak mereka juga memiliki kekuatan. Tetapi, kekuatan mereka tidak ada apa-apanya dibanding kekuatan Allah Sang Pencipta.

Sebagai masyarakat Jawa yang berpegang teguh pada ajaran taukhid kita hanya diperbolehkan bersandar pada Allah. Tuhan Penguasa Alam. Agama juga mengajarkan manusis supaya bersahabat dan selalu menjaga keseimbangan alam. Alam tidak boleh diganggu karena gangguan akan menjadi gesekan, dan gesekan berakibat bencana.

Raja-raja Mataram sebagai simbol penguasa Jawa sudah memberi contoh pada rakyatnya sejak dulu. Alam yang memiliki potensi bergejolak dan berenergi dahsyat selalu dirangkul, didatangi, sesekali menyepi di sana. Bahkan, mengangkat juru kunci untuk menjaganya dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut salah satu bait Serat Wedatama saking saktinya Raja Mataram saat itu penguasa Pantai Selatan pun tunduk padanya. Sebagaimana banyak tertulis di literatur dan cerita nenek moyang. Sosok khas Raja Mataram adalah berpegang pada ajaran Islam. Gemar berpuasa. Menggabungkan olah roso dan rogo. Rendah hati. Tidak banyak bicara dan sering melakukan tirakat di tempat-tempat tertentu sehingga menjadi manusia pilihan. orang Jawa menyebutnya digdoyo.

Raja ke sana untuk berkomunikasi dengan Sang Khaliq dan mencari inspirasi bagaimana mengurus kerajaan dan rakyatnya. Bukan bermesraan dengan makhluk halus. Kalau pun toh Sang Raja dikarenakan banyak lelaku tirakat akhirnya digdaya dan 'makhluk halus penguasa wilayah' tunduk bahkan konon kadang membantu, itu lain hal.

Bagaimana orang Jawa harus bersikap? Sejak zaman Sunan Kalijaga menyebarkan Islam di Tanah Jawa beliau meyakini kalau tanah ini banyak dihuni danyang. Kehidupan mistis di Jawa sangat kental. Untuk itu beliau menciptakan 'Kidung Rumekso Ing Wengi' untuk dibaca tiap malam sebagai benteng diri.

Sunan juga mengajak orang bersama-sama membaca Syahadad dan Surat Al Fatikhah sebelum pagelar ang. Menurut Sunan manusia tidak boleh lengah. Harus selalu eling lan waspodo. Berpegang pada ajaran agama. Tidak boleh mengikuti bahkan tunduk pada setan karena setan selalu menebar ketakutan dan keburukan. Inilah kidung tersebut:

Ana kidung rumeksa ing wengi, teguh hayu luputa ing lara, luputa billahi kabeh. Jim setan datan purun, paneluhan tan ana wani, miwah panggawe ala, gunane wong luput.

Geni atemahan tirta, maling ngadoh tan purun ngarah mring mami, guna duduk pan sirna. Sakehing lara pan samya bali, sakeh ama pan samya miruda, welas asih pandulune. Sakehing braja luput, kadi kapuk tiba ning wesi, sakehing wisa tawa, sato galak lulut. Kayu aeng lemah sangar, songing landhak, guwaning wong lemah miring, myang pakiponing merak.

Pagupakaning warak sakalir, nadyan arca segara asat, temahan rahayu kabeh.

"Telah mengalun suara (kidung) di malam hari yang membuat kuat selamat terbebas dari penyakit dan segala marabahaya. Jin dan setan, segala bentuk sihir maupun perbuatan jahat lainnya, tidak bakal berani menggoda dan mengganggu; demikian pula halnya dengan para pencuri.

Segala bentuk penyakit, hama maupun musibah semuanya menyingkir menjauhi kita. Berjenis-jenis senjata, racun maupun semua mantera yang bermaksud jahat --betapa pun ampuhnya, menjadi tidak berdaya berhadapan dengan kita; demikian pula halnya dengan sepak terjang binatang buas, benda-benda bertuah maupun perilaku orang-orang jahat.

Ibaratnya batu-batu hancur lebur dan air lautan mengering, namun tidak menjadi penghalang tumbuh berkembangnya keselamatan maupun kebaikan kita.

Semua yang ada di dunia ini milik Allah, dan kepada-Nya semua akan kembali. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.

Kepada yang meninggal akibat bencana Merapi maupun tsunami mari kita doakan semoga mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya. Bagi yang sakit semoga lekas diberi kesembuhan, diberikan kesabaran dan kekuatan. Bencana merupakan ujian dari Allah, dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.

Tugas manusia menjaga dan memelihara alam, karena alam sahabat kita, termasuk Merapi dan Laut Selatan.

Memandang Fenomena Mistis Merapi darii Perspektif Agama
Eman
Jl Ksatrian II No 1A Semarang
eman_sukanto@yahoo.co.id
08122862512

Generasi Muda Pencinta Budaya Jawa.

Tidak ada komentar:

Laman