Kamis, 18 September 2008

K O N T R A

Dalam kegelapan tengah malam jalan Sumatra, tampak seseorang tengah jalan sempoyongan. Ditangannya tergenggam botol yang hampir kosong. Angin malam berhembus menusuk tulang tak lagi dia hiraukan, Bandung tak lagi dia kenal. Semua adalah asing baginya. Ditengah jalan perempatan Sumatra – Kalimantan yang sunyi dari lalu lalang pejalan kaki dan pengendara, dia berhenti lalu berteriak, “ Tuhan….dimana Kau ? Aku minum bir brengsek dan masuk ke bar agar aku dekaaa…at padamu setelah aku tak menemukan-Mu di masjid, di surau, di pengajian-pengajian yang telah aku datangi.” Akhirnya dia tersungkur dan menangis, sendiri dalam kesunyian dan kegelapan malam.
“ Dimana aku sekarang ……?”
Dalam kepeningan kepalanya yang sangat berat, dia menatap langit-langit. Samar-samar nampak olehnya kelebatan peristiwa tadi malam. Yang dia ingat ialah ketika dia tersungkur dan menangis, setelah itu hitam merangkulnya.
“ Adi….ini aku, Sinta, istrimu. Mengenalikah kau padaku ? “ isak seorang perempuan cantik disebelahnya. Dalam benak wanita itu, Adi kini lelaki yang tidak dia kenali. Satu tahun ini, dia merasa Adi bukan lagi lelaki yang pernah dia pacari selama 8 tahun. Dulu suaminya sangat ceria, periang dan supel. Kini, semuanya berubah tatkala kekayaan keluarganya semakin mapan.
“ Adi, apa sebenarnya yang telah terjadi ? darimana saja tiga hari ini ? aku dan anak-anakmu khawatir Di…” tanya Sinta.
Adi menatap kosong wajah istrinya. Wanita itu sangat cantik, pikirnya. Kelebatan memori mengguncang otaknya. Kasih sayang wanita itu tak pernah dia sangsikan, ketulusan wanita dalam melayani dan merawat dirinya benar-benar dia nikmati sepanjang mengenali wanita itu. Rasanya bidadari syorga pun tak sanggup menyaingi kebaikannya. Keahliannya dalam memberikan kepuasan birahi suami sangat sempurna, apa lagi yang aku cari ? pikir Adi.
“ ahhh….Sinta istriku, maafkan aku terus membuatmu khawatir, aku kemarin sedang mencari Tuhan.”

Tidak ada komentar:

Laman