(Pengakuan pelaku terror bom di Indonesia)
Abdul sedang berada di dalam taxi, saat melirik jam tangannya. 07.47 WIB tepat! Dadanya bergetar, jiwanya goncang. Sebuah sensasi yang tidak pernah dia alami sebelumnya. Sebuah pengalaman yang sangat mendebarkan hatinya karena tindakannya kali ini sangat menentukan hidup dan mati banyak orang. Sebuah tindakan nyata untuk mengguncang biang kedzaliman di dunia ini. Sebuah tindakan yang akan menggetarkan negara syetan dan thagut yang telah menjadi sesembahan negara-negara di dunia ini. Dan sekarang dia tengah berada di tengah-tengah perjuangan atas nama Allah. Atas nama kebenaran sejati. Atas nama menegakkan panji-panji Allah di negara bernama Indonesia.
Nur, saudara seimannya berkelebat dalam pikirannya dan kini mungkin telah menjadi mesiu bagi perjuangan ini. Zaenal, juga. Dia mungkin berumur 5 tahun lebih muda dari Abdul. Abdul mengeluarkan handphonenya dan memijit 8 digit nomor di handphonenya.
“Semua berjalan lancar ustadz!” Abdul berkata pelan
Kalimat itu terhenti dan berikutnya dia hanya mendengar. Entah apa yang dikatakan orang yang disebutnya ustadz di seberang sana. Tak ada perkataan ya atau tidak dari mulutnya. Kurang dari dua menit handphonenya ditutup lalu matanya menerawang ke luar mobil. Pikirannya dia coba kosongkan. Matanya dia tutup. Kilatan dari teriakan dan bisikan dari orang yang disebutnya ustadz mengiang di kepalanya.”Saatnya Islam bangkit! Telah Allah menjanjikan bahwa semua yang memusuhi Islam akan hancur! Telah tiba waktunya, kita berjuang melawan setelah lama menjadi pecundang! Dihancurkan dan diasingkan oleh kehidupan yang sangat memuja duniawi. Kekuatan anti Islam dan musuh-musuh Islam akan terus menerus menghancurkan Islam sedikit-demi sedikit! Saatnya kita membuktikan bahwa Islam bukan agama para pecundang!” suara-suara itu begitu lantang dia dengar dari sebuah kaset atau CD yang diperdengarkan setiap malam Jum’at setelah pengajian. Walaupun dirinya tidak pernah bertatap muka langsung dengan gurunya, namun kemampuan Ustadz itu dalam berbicara mampu mengobarkan semangat jihad dalam dirinya.
Dalam dakwahnya, Ustadz membeberkan bagaimana dunia kafir kini tengah mengepung kekuatan alternatif setelah hancurnya komunisme, yaitu Islam. Bosnia, Afghanistan, Irak dan Iran menjadi sasaran penghancuran sistematis tersebut. Bagaimana Abdul diperlihatkan banyak video yang menayangkan pembantaian demi pembantaian terhadap negara-negara muslim.
Ustadz yang jenius, pikir Abdul. Dan dengan gurunya itulah dia membaiat dirinya untuk ikut aktif berjuang membela agama Allah yang diyakini kebenarannya sampai ke tulang sumsumnya paling dalam. Melalui wali sang ustadz, dia mengucapkan sumpah setia untuk membela sang guru walau dengan nyawanya sekalipun. Dia bisa melihat semua perjuangan saudara-saudaranya dahulu di Malang, ketika para syuhada itu meledakkan dirinya beserta sang maha guru Ashari dari pada harus menyerah ditangan para pesuruh sang Thagut.
”Syorga akan membuka pintunya bagi orang yang berjuang dijalan-Nya. Yang berani mengorbankan seluruh jiwa raganya! 70 Bidadari akan menyambutmu di pintu syorga. Bidadari yang senantiasa akan perawan melayani kallian semua. Rumah berlapis emas dan aliran sungai madu dan arak akan menjadi penghapus dahagamu. Dunia ini bayangan dan godaan bagi manusia supaya tidak merasakan keindahan dan kenikmatan hakiki di sorga nanti. Mari berjuang di jalan-Nya dan raihlah ridha-Nya di sorga kelak. Kita berjuang untuk melawan para kafir yang telah menguasai negara-negara besar dan adidaya itu! Yang dengannya mereka menghancurkan satu demi satu negara-negara Islam! Kini kita harus membentuk negara Islam untuk menghadang mereka. Di sini, di Indonesia, di negara kalian kita akan mulai kebangkitan itu!”
Di tengah perjalannya menuju markas, dia melihat banyak ambulance dan mobil polisi melintas berlawanan arah dengan taxi yang ditumpanginya. Semua berjalan sesuai dengan rencana, pikirnya.
“Bang, tolong kita balik lagi ke hotel tadi ya, saya ketinggalan sesuatu. Jangan khawatir dengan ongkos, nih saya bayar di muka, nanti kalau kurang saya tambahin” ucapnya sambil memberikan uang seratus ribu rupiah.
“Baik pak!” jawab sang sopir. Sopir itu kemudian mencari jalan yang bisa mengalihkan arah mobilnya. Dipandangi penumpangnya. Klimis dan hanya menggunakan kaos yang ditutupi jaket kain hitam. Topinya menutup setengah wajahnya yang terlihat agak hitam legam namun memiliki tulang pipi yang kuat. Tak seperti penumpangnya yang lain yang berkantong tebal.
”Wah macet pak!” Kata sopir itu. Abdul memandang kedepan. Kepulan asap membumbung tinggi di kedua hotel itu. Hatinya bergetar keras! Hatinya terhenyak melihat banyak orang yang berhamburan keluar dari hotel-hotel itu. Taxi terhenti sejenak, tiba-tiba sesosok tubuh berlumuran darah memaksa masuk ke dalam taxinya.
”Cepat ke rumah sakit terdekat pak! Maaf ya mas, saya minta diantar dulu ke rumah sakit. Isteri saya terkena pecahan bom di hotel itu. Cepat pak!” paksa lelaki muda itu. Abdul tak bisa berkata-kata lagi. Dia menggeser duduknya dan memberikan tempat pada sesosok wanita yang terkulai lemah dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya.
”Maaf mas, tolong bawa isteri saya ke rumah sakit M*C. Saya akan menolong orang yang lain dahulu. Kasihan mereka, mungkin kalau terlambat ditolong akan mati. Isteri saya sudah saya titipkan kepada Allah” papar pria itu untuk kemudian berlari ke arah hotel.
-----------ooo-----------
Keluar dari rumah sakit itu. Abdul membawa tubuhnya pergi entah kemana. Beberapa jam terjebak pada birokrasi rumah sakit yang satu ini benar-benar membuatnya tak bisa segera pergi. Apalagi yang dibawanya masuk adalah seorang wanita yang berlumuran darah dengan badan hampir gosong. Dalam pikirannya, bagaimana mungkin sebuah rumah sakit sehebat ini bisa membuat sistem sepanjang itu untuk keadaan darurat sekalipun.
Tapi kini dia telah keluar dari jaring laba-laba bernama rumah sakit. Dirinya bertanya, siapa wanita yang menjadi korban bom itu. Apakah wanita itu tahu masalah yang sebenarnya. Masalah yang membuatnya berani untuk menjalankan sebuah rencana besar. Rencana untuk menegakkan syareat Islam di negaranya ini. Sebuah perjuangan panjang untuk melawan para musuh-musuh Islam. Kini tubuh wanita itu tergolek tak bernyawa.
Tahukah dia arti perjuangannya ini? Tahukah suaminya tentang perjuangan ini? Tahukah anak-anaknya tentang usaha menegakkan panji-panji kebenaran ini? Perjuangan panjang. Tahukah tubuh-tubuh yang terus masuk ke rumah sakit itu, bahwa perjuangann ini sangat panjang dan penuh godaan.
Abdul berniat melaksanakan shalat Dzuhur di masjid terdekat. Suara adzan bercampur dengan raungan pemadam kebakaran, ambulance dan mobil polisi telah memanggilnya untuk segera melaporkan tindakannya kepada Allah. Aku tengah berjuang di jalan-Mu ya Allah!
Diseretnya kaki-kaki lemah itu. Diseretnya tubuh yang kelelahan ini karena sudah tiga hari kurang tidur untuk merakit bom yang akan dibawa Nur ke Marriot dan Zaenal ke Ritz. Tubuhnya kini membutuhkan basuhan air wudhu.
Di tengah-tengah shalat itu, hatinya mengalami rasa hampa. Tak ada rasa bahagia dalam dirinya. Melihat wanita tadi, dia teringat isterinya di kampung. Di desa bernama Kampung Warung gunung Banten. Desa yang tengah bertransisi menjadi sebuah daerah ramai. Tak lagi terlihat iring-iringan warga pergi ke surau. Tak lagi terdengar suar orang membaca ayat suci dan shalawat kepada Nabi. Semuanya digantikan dengan derungan motor bolong dan dentuman musik dari kuburan.
Isterinya tersenyum dengan mata meneteskan air kesepian dan keraguan, lalu melambaikan tangan kepadanya. Menghilang sedikit demi sedikit. Shalatnya hampa! Kini dia tidak lagi merasakan Tuhan dalam dirinya.
Siapa para korban itu. Siapa musuhnya yang sebenarnya. Bagaimana ujung dari perjuangannya. Siapa dan dimana gurunya yang tidak pernah dia lihat. Kedatangannya ke hotel itu sebenarnya untuk bisa menemui gurunya, selain untuk merakit bom-bom itu. Kerinduannya kepada sosok guru yang katanya disebut Nurdin M. Top benar-benar menjadi legenda bagi dirinya. Panutan bagi dirinya. Misteri bagi jiwanya yang butuh figur penuntun
Shalatnya selesai! Dia menyadari tak ada Tuhan di shalatnya kini. Berjuta pertanyaan terus menggelombang menghempas hatinya yang sudah sekeras karang. Benarkah Tuhan sudah memerintahkan dirinya untuk membunuh sekian puluh, sekian ratus manusia ”hanya” untuk menancapkan nama Allah di negara ini. Bukankah Allah bisa ada dimanapun, bahkann dimana pun selalu ada! Allah bisa dengan mudah mencabut jutaan nyawa hanya dengan sekali ”kun fa yakun!” seperti jaman purba dahulu atau pada saat tsunami di Aceh, lantas mengapa Allah harus menggunakan tangan-tangan hambanya untuk melakukannya.
Pikiran Abdul terus berputar mencari peristiwa dalam sejarah Nabi, di mana Nabi Muhammad memberi perintah pembantaian seperti dirinya sekarang. Tak ada referensi itu.
”Ah, tapi kan sang guru sudah memberitahuku bahwa setiap bisikan didalam hati yang menggoyahkan diri dari perjuangan ini adalah suara-suara setan” gumamnya dalam hati. Dirinya goyah, suara-suara didalam hatinya kini bukan suara setan. Suara ini muncul disaat dirinya sedang shalat dan tak mungkin setan mendekati dirinya yang sedang shalat.
Ketika akan meninggalkan surau itu, diatas sepatunya terbang selembar koran bekas. Koran yang telah sobek dan menempel di kakinya karena diterpa angin. Diambilnya koran itu, dibaca sekilas. Ada berita tentang Manohara, seorang wanita dari ibu yang asli Indonesia dinikahi Sultan kerajaan Klantan Malaysia. Pengakuan manohara bahwa dirinya disiksa telah merusak nama baik kesultanan Klantan dan Malaysia sebagai negara tetangga. Dibalikannya koran itu. Ada berita provokasi angkatan laut diraja Malaysia di kawasan Ambalat. Terngiang kembali berita tetangganya yang menjadi TKW di Malaysia pulang tinggal nama. Gantung diri, begitu penjelasan dari PJTKI yang membawa tetangganya pulang. Tanpa otopsi langsung dikuburkan.
Sekelebat bayangan hitam yang selama ini dikaguminya nampakk dihadapannya. Sang guru! Siapa dia sebenarnya? Mengapa satu orang ini ssangat sulit ditangkap oleh polisi Indonesia sekelas Densus 88. bagaimana mungkin orang denganlogat Melayu yang kental bisa lolos dari tatapan masyarakat Indonesia yang berada di Jawa. Bahkan diberitakan sempat menikah di jawa Timur. Siapa dia sebenarnya.
Mengapa sang guru tidak pernah menampakkan dirinya? Nurdin.M.Top, Manohara, Ambalat, TKI, Malaysia, Minyak, Bom, Teror dan mayat-mayat tadi menggantikan isi pikirannya yang selama ini diisi dengan syahid, Islam, Allah dan sorga.
Teringat sebuah video yang pernah dilihatnya. Sebuah video yang katanya dibuat di Malaysia. Dipojok kirinya tertera intelejen, kecil dan nyaris tak nampak. Bagaimana mungkin sang guru bisa membuat video dengan titel intelejen dibawahnya? Siapa dia sebenarnya?
Kembali dia lari ke rumah sakit.
Dilihatnya ceceran darah di lantai rumah sakit.
Dilihatnya berita di semua stasiun televisi. Kehancuran dan teror mendera negaranya kini. Sejuta umpatan dan caci maki dialamatkan kepada teroris yang tak bukan adalah dirinya. Umpatan dan kekecewaan dari saudaranya satu negara dan satu agama.
”Kalau memang dia adalah pejuang yang berani, mengapa harus membunuh orang yang tak tahu masalah dan arti perjuanganya? Mengapa dia tidak langsung datang ke Amerika dan melakukannya di sana, atau, atau dia sendiri pergi dan tinggal di Palestina untuk membantu saudaranya disana. Mengapa dia yang orang Malaysia itu harus datang ke Indonesia dan menebarkan ketakutan di negara orang lain. Siapa dia sebenarnya?”. pikiran Abdul benar-benar kacau.
”Mungkinkah ini adalah skenario negara tetangga untuk mengacaukan Indonesia dari dalam?” teriaknya dalam hati.
”Mengapa disini? Mengapa di Indonesia, bukan ditanah airnya sendiri. Mungkinkah Nurdin.M.Top itu sebenarnya masih memiliki rasa cinta kepada tanah airnya dan tidak mau negaranya menjado korban dari perjuangannya sendiri lalu menjadikan Indonesia sebagai mainan bagi dirinya? Mungkinkah dia sebenarnya tidak mau menjadikan warga Malaysia dicekam ketakutan lalu membawanya ke negara tetangganya hanya untuk membuktikan bahwa dirinya layak untuuk ditakuti?”
“Kurang ajar!” Gumamnya.
“Jangan-jangan...Nurdin adalah spionase, mata-mata atau agen rahasia yang disusupkan ke Indonesia untuk memecah belah bangsaku? Karena kalau benar dia adalah pejuang Islam yang sejati, tentunya dia tidak harus terus bercokol di negaraku. Tidak seharusnya dia betah dan menikahi wanita Indonesia. Kenapa dia biarkan negaranya aman-aman saja sementara negaraku diobok-obok sesuka hatinya. Anjing...!” teriaknya lepas dan membuat orang-orang disekitarnya kaget, memandangnya dan agak menjauh.
Tekadnya sudah bulat. Dia harus menemui bangsat itu, memeluknya dan meledakkan dirinya dengan bajingan dari Malaysia itu.
“Tak mungkin tanpa akses dan fasilitas yang kuat dia bisa bertahan selama ini! Tidak mungkin tanpa dukungan sebuah kekuatan seperti negara, orang satu ini bisa bebas berkeliaran di negara ini!. Kalau bukan intelejen atau apapun namanya, pasti dia adalah orang yang bermaksud menghancurkan negaraku, apapun alasannya!!!!”. Abdul lari keluar rumah sakit.
----------oooooo------------
Di koran Pos Kota hari Jum’at,
”Ditemukan dua sosok mayat tidak dikenal terseret sungai Ciliwung dan tersangkut di bendungan tengah kota. Kedua mayat tersebut ditemukan dengan luka sayatan. Di duga kedua mayat tersebut terlibat perkelahian hebat dan keduanya mati kehabisan darah. Bagi keluarga yang merasa kehilangan sanak saudara, diharapkan segera menghubungi rumah sakit Cipto untuk identifikasi mayat”
(Kupersembahkan cerita ini untuk saudara-saudaraku yang merasa jadi bala tentara Tuhan, Tangan Allah atau utusan-Nya! Yang merasa dirinya Halal melakukan pembunuhan, pembantaian atas nama Tuhan, atas nama Allah, atas nama-Nya. Terlepas dari keyakinan yang kau jaga dalam dada, masih ada doa orang teraniaya, sakit dan tak berdaya yang mengutuk perbuatan kalian! Mendoakan negara ini damai, negara Indonesia ini selamat!)
Bandung, 20 Juli 2009