Sebuah rapat diadakan untuk membahas suatu permasalahan atau sesuatu yang penting untuk dibahas dan diputuskan bersama. Jadi kalau hanya pengumuman dan menyelesaikan masalah yang bersifat pribadi, tidak perlu diadakan rapat.
Rapat adalah forum resmi yang diadakan untuk membahas sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sebuah institusi. Karena formal, maka rapat menjadi satu-satunya forum bagi penyelesaian masalah atau progam yang melibatkan banyak pihak dimana semua pihak bebas untuk melakukan saran, kritik dan menyampaikan pendapat secara terbuka, fokus dan lugas.
Namun sering kita mendapatkan sebuah forum rapat tidak menjadi ajang pembahasan untuk menemukan solusi, namun lebih cenderung menjadi ajang curhat dan memunculkan masalah baru. Curhat dari para pemimpin rapat atau peserta rapat dan membuat rapat menjadi tidak fokus, boros waktu bahkan menimbulkan konflik baru. Konflik baru bisa muncul ketika peserta dan pelaksana rapat tidak mempersiapkan rapat secara matang sehingga tidak mustahil materi yang dipaparkan belum memiliki landasan bukti, fakta dan data yang akurat.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya mencoba untuk menawarkan sebuah gambaran tentang apa saja bentuk kesalahan yang sering dilakukan dalam rapat, latar belakang mengapa suatu rapat bisa melenceng dari tujuan awal dan bagaimana cara mengatasinya.
APA SAJA BUDAYA BURUK DALAM RAPAT?
Ada beberapa tanda apakah suatu rapat akan berjalan dengan baik atau tidak. Hal itu bisa kita lihat baik sebelum rapat dimulai, ketika rapat dilaksanakan atau setelah rapat diakhiri. Hal ini penting diulas dengan harapan dimasa mendatang rapat menjadi sebuah kegiatan yang efektif dan efisien dalam mengatasi berbagai kendala atau masalah yang dihadapi sekolah.
Pertama, panitia rapat tidak bisa menetapkan target waktu rapat secara pasti.
Sebelum rapat di mulai, ada beberapa indikator apakah rapat akan berjalan dengan baik atau tidak, salah satunya adalah dengan mengamati surat undangan yang dibuat. Dalam undangan rapat, biasanya kita akan melihat alokasi waktu yang ditulis dalam undangan. Sering kita melihat :
Waktu : 14.00 WIB – selesai
Kata “selesai” diakhir alokasi waktu menunjukkan sebuah sifat dari tidak terencananya alokasi waktu yang akan dipergunakan dalam rapat. Kata selesai juga menunjukkan bahwa rapat ada kemungkinan bisa lebih cepat atau lebih lambat. Peserta akan dibuat bingung dalam mengatur kegiatan lainnya sementara pelaksana rapat itu sendiri sama sekali tidak mampu memasang target berapa lama rapat itu bisa selesai.
Dampak dari tidak jelasnya alokasi atau batas waktu rapat akan sangat memungkinkan rapat menjadi lebih lama dari ekspektasi peserta rapat itu sendiri. Setiap upaya mempercepat rapat akan dianggap sebagai sebuah kemalasan atau ketidaksetiaan terhadap proses rapat, padahal rapat yang baik tidak selamanya harus lama.
Lama atau sebentar relatif sifatnya, namun tentunya setiap institusi memiliki standar baku tentang waktu yang tepat untuk sebuah rapat. Misalnya, rapat kelulusan atau kenaikan kelas di sekolah akan lebih lama dibandingkan dengan rapat guru yang membahas acara atau program yang akan dilaksanakan. Setiap peserta rapat bisa memprediksikan berapa lama sebua rapat pantas dilaksanakan sehingga seharusnya pelaksana rapat pun bisa memperkirakan waktu yang akan dipergunakan dengan melihat seberapa urgent materi atauu topik yang akan dibahas.
Rapat yang dilaksanakan pada waktu istirahat harus memakan waktu 10 menit, karena bila lebih akan menanggu kegiatan belajar mengajar atau kegiatan kerja lainnya. Namun apabila rapat tersebut membutuhkan waktu lebih panjang, maka rapat lebih baik dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar atau jam kerja selesai. Apalagi bila ada rentang waktu yang cukup antara jam kerja sampai jam pulang seperti di sekolah, maka rentang tersebut bisa dimanfaatkan untuk rapat, terlepas dari suka atai tidak. Itu adalah kewajiban!
Prediksi batasan waktu sangat penting dalam pelaksanaan rapat karena dengan adanya prediksi batasan waktu yang jelas, maka setiap pemimpin dan peserta rapat dapat menyesuaikan dirinya dalam berpendapat, memberikan solusi atau sekedar mencurahkan gagasan. Hal ini juga bisa membatasi keinginan dari pelaksana atau peserta rapat untuk membahas materi diluar materi inti atau membahas sesuatu secara berlebihan atau dramatisasi kasus.
Namun bila dalam rapat terjadi perkembangan yang menuntut waktu tambahan maka pemimpin rapat bisa meminta persetujuan peserta rapat untuk menambah waktu rapat. Hal ini akan membuat peserta rapat bisa memahami keterlambatan atau mengantisipasi adanya keluhan dan ketidakpuasan dari peserta rapat.
Peserta rapat tentu akan memahami bila kuorum menyepakati tambahan waktu bila materi yang dibahas tersebut penting dan harus segera mengambil keputusan.
Kedua, tidak ada kejelasan tentang materi yang akan dibahas dalam rapat.
Dalam surat undangan kita sering membaca :
Acara : Rapat koordinasi
Koordinasi apa? Sebuah organisasi memiliki banyak unsur dan program yang dilaksanakan, sehingga ketika berbicara koordinasi saja maka luas lingkupnya terlalu luas. Bayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkoordinasikan semau asoek tersebut. Kalaupun hanya satu aspek yang akan dibahas, alangkah lebih baik bila disebutkan secara jelas di undangan rapat.
Ketidakjelasan pemberitahuan tentang materi rapat akan berdampak pada dua hal, pertama adalah membiarkan peserta rapat untuk tidak mempersiapkan apapun dalam rapat tersebut. Kedua, membiarkan guru membicarakan atau membahas apapun dalam rapat. Kedua-duanya akan berdampak tidak fokusnya rapat dalam membahas materi pokok. Dan akhirnya rapat memakan energi dan waktu yang sangat besar namun memiliki dampak dan hasil yang minimal.
Oleh karena itu penting bagi pelaksana dan pimpinan rapat untuk menjelaskan secara rinci tentang materi yang akan dibicarakan dalam rapat. Karena dengan pemberitahuan yang jelas peserta rapat bisa mempersiapkan materi yang akan dibahas, minimal dalam pikirannya. Peserta akan bisa memprediksi apa saja materi yang akan dibahas dan materi yang harus dipersiapkan.
Misalnya rapat diadakan untuk membahas persiapan sekolah dalam menghadapi Ujian Negara, maka peserta bisa mengendapkan materi tersebut dalam pikirannya, merekonstruksi kembali berbagai informasi yang berhubungan dengan UN bahkan bersiap untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan seputar strategi menghadapi UN.
Rapat yang diawali dengan kejelasan materi yang akan dibahas akan berdampak pula pada kontrol diri dari peserta rapat untuk menahan diri agar terhindar dari pembahasan yang tidak berhubungan dengan materi pokok.
Ketiga, persiapan sarana dan prasarana rapat
Tidak jarang kita melihat pelaksana atau pimpinan rapat mempersiapkan pengeras suara atau unit mulitmedia pada saat rapat telah memasuki waktu rapat atau bahkan ketika rapat sudah secara resmi dibuka. Tidak saja membuat waktu menjadi lebih lama, namun juga membuat konsentrasi rapat menjadi pecah. Penulis pernah mengalami hal tersebut dan hal itu berdampak pada konsentrasi saat memimpin rapat.
Oleh karena itu, minimal 15 menit sebelum rapat semua faktor pendukung telah pasti dapat digunakan secara maksimal sehingga rapat bisa dilaksanakan tepat waktu dan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Salah satu sarana yang sering luput juga adalah fasilitas rapat berupa alat tulis. Memang alat tulis merupakan tanggung jawab peserta rapat, namun tidak ada salahnya bila pelaksana rapat juga mempersiapkan beberapa alat tulis, seperti kertas dan pulpen. Hal ini akan mempermudah peserta rapat untuk mencatat beberapa hal penting dalam rapat sehingga bisa menjadi pegangan bagi peserta rapat bila ingin memberikan masukan atau saran.
Keempat, rapat terlambat dibuka
Keterlambatan pembukaan rapat akan berdampak pada “molornya” waktu rapat secara keseluruhan. Oleh karena itu, semua pihak harus menyadari bahwa rapat akan berjalan dengan baik dan tepat waktu bila peserta datang tepat waktu dan pelaksana rapat membuka rapat juga tepat waktu. Mungkin kita sering mengeluh rapat sering memakan waktu yang lama, tanpa menyadari bahwa salah satu pihak yang berperan dalam keterlambatan itu adalah kita sendiri.
Keterlambatan pembukaan rapat biasanya disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
Pertama, peserta yang hadir belum memenuhi kuorum. Dari 20 orang yang di undang namun yang hadir baru 7 orang sering dianggap belum memenuhi kuorum, padahal apabila rapat tidak untuk membuat sebuah keputusan yang mempergunakan berita acara hal tersebut tidaklah diperlukan. Rapat bisa langsung dibuka walaupun peserta rapat belum memenuhi kuorum. Hal ini untuk membiasakan peserta untuk selalu hadir tepat waktu. Bukalah rapat segera, maka berangsur-angsur peserta akan hadir dan rapat tidak menjadi terlambat.
Kedua, ketidaksiapan sarana prasarana. Hal ini sering terjadi untuk rapat dalam skala kecil dan hanya melibatkan pihak internal. Mempersiapkan pengeras suara, alat tulis, proyektor, komputer atau sekedar mencari kursi tambahan, sering membuat rapat menjadi lambat.
Semua itu bisa diantisipasi dengan mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin sehingga 15 menit sebelum dimulai, semua sarana dan prasarana rapat sudah dijamin tersedia dan bekerja dengan baik. Kelengkapan sarana dan prasarana menjadi syarat mutlak bagi berhasilnya sebuah rapat yang berkualitas, efektif dan efisien.
Kelima, materi tidak dibahas secara sistematis dan fokus
Idealnya sebuah rapat diadakan untuk membahas sebuah masalah yang urgent. Hal ini untuk lebih memfokuskan pembahasan sampai tuntas, namun sering kita mengalami rapat diadakan untuk membahas banyak hal.
Rapat yang membahas materi luas dan banyak, membutuhkan sebuah pengelolaan yang cerdas, dari mulai waktu, sarana dan kemampuan pemimpin rapat untuk berkomunikasi secara efektif dan tegas. Ketidakmampuan pemimpin rapat dalam mengelola rapat sering membuat rapat kemudian menjadi bias dan tidak tuntas dalam membahas sebuah masalah.
Untuk itu perlu ditekankan penjelasan yang detail tentang satu persatu masalah yang akan dibahas dan tidak membahas materi bila belum sampai pada waktunya. Karena hal itu akan membuat peserta rapat menjadi bingung kemudian tidak bisa menyimpulkan hasil rapat dengan baik.
Pemimpin rapat seyogyanya mampu membuat skala prioritas dari materi yang akan dibahas sehingga rapat bisa menyelesaikan materi secara tuntas berdasarkan tingkat kepentingannya. Dengan demikian maka rapat bisa menghasilkan keputusan secara baik, sistematis dan tuntas. Kalaupun ada penundaan rapat, hal tersebut tidak membuat materi pokok menjadi terbengkalai.
Suatu materi dapat dikatakan tuntas bila sudah ada kejelasan dari kesimpulan atau keputusan yang diambil, dan hal itu harus menjadi catatan dalam notulensi rapat yang akan disebarkan kepada peserta rapat.
Lebih parah lagi seandainya rapat dijadikan ajang curhat peserta dalam menjalani pekerjaannya selama ini. Ajang curhat ini akan nampak jelas bila rapat tidak memiliki agenda acara yang jelas, tidak menentukan batasan materi dan tidak memiliki kejelasan tr-arget waktu.
Curhat adalah mengeluarkan semua isi hati, baik itu kepuasan, ketidakpuasan, kekesalan atau hanya sekedar membicarakan hal-hal kecil dan tidak perlu disampaikan dirapat. Misalnya tentang kesibukan salah satu peserta rapat dalam menegakkan disiplin siswa dan menganggap selama ini dirinya saja yang melakukan hal tersebut. Hal ini diucapkannya berulang-ulang dalam rapat yang berbeda. Atau seorang pimpinan yang merasakan ketidakharmonisan hubungan kerja di tempat kerjanya, lalu menyampaikan beberapa contoh yang dia perhatikan dalam keseharian, namun tidak mampu memberikan solusi yang tepat untuk hal itu.
Curhat juga bisa dilihat dari tingkat emosi yang terlihat ketika peserta rapat menyampaikan pendapatnya. Kekesalan atau kekecewaan akan nampak dalam nada suara, mimik muka atau gerak tubuhnya. Hal ini akan membuat suasana rapat menjadi tegang dan tidak terkendali.
Cara mengatasi hal ini, pemimpin rapat bisa menurunkan irama rapat untuk lebih santai dan membawa rapat kembali fokus kepada materi utama dengan memberikan penjelasan ala kadarnya bahwa semua yang disampaikan akan menjadi catatan khusus. Curhat yang tidak jelas harus segera dihentikan tanpa harus mengabaikannya. Hal tersebut membutuhkan keterampilan pemimpin rapat dalam berkomunikasi.
Enam, lemahnya kemampuan komunikasi dari pemimpin rapat
Rapat adalah bagian dari bentuk komunikasi antara banyak pihak untuk menyamakan persepsi, masalah dan menemukan solusi bersama. Oleh karena itu sering kita alami dimana rapat menjadi kacau karena pemimpin rapat tidak memiliki kapasitas komunikasi yang baik.
Komunikasi meliputi bahasa tubuh, lisan dan respon serta pemilihan kata yang tepat dalam menyampaikan ide dan pendapat. Sengaja saya hanya fokus pada pemimpin rapat karena “palu” ada ditangan pemimpin rapat. Maka pemimpin rapat bertanggungjawab pada kelancaran rapat tersebut.
Tidak jarang kita melihat pemimpin rapat berbicara secara panjang lebar sehingga peserta rapat tidak mampu memahami pokok pembicaraannya dengan baik. Peserta rapat bisa berbeda pandangan, persepsi dan mengambil inti sari bila pemimpin rapat tidak mampu berkomunikasi dengan lugas dan tegas.
Ada juga pemimpin yang tidak bisa membaca respon yang diberikan peserta rapat. Peserta rapat sangat mungkin ada yang tidak mengerti namun tidak memiliki keberanian untuk langsung bertanya dan akhirnya membuat kesimpulannya sendiri. Atau peserta tidak puas terhadap apa yang disampaikan pemimpin rapat, maka pemimpin harus segera menetralisir hal tersebut dengan membuka forum tanya jawab sesegera mungkin untuk menghindari klimaks ketidakpuasan peserta rapat. Banyak buku teori yang membahas tentang komunikasi baik itu yang bersifat lisan maupun komunikasi melalui bahasa tubuh, namun tidak semua orang mampu memahami dan menjalankannya karena sangat tergantung pada pola kepemimpinan yang dianut seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar.
Dibutuhkan “jam terbang” yang cukup tinggi untuk bisa membuat seorang pemimpin rapat mampu mengelola rapat melalui komunikasi yang baik, elegan dan tegas.
Ketujuh, rapat sering membahas hal yang tidak berbentuk fakta, data dan bukti
“katanya”, “bisik-bisik”, “menurut informasi yang saya terima”, “berdasarkan SMS gelap yang masuk”, “atas laporan orang tua siswa/pelanggan”, “menurut kabar yang saya terima”, sering kita dengar dalam sebuah rapat formal.
Apa yang ada dalam benak kita ketika pemimpin atau peserta mengemukakan kata-kata atau kalimat diatas? Perlukah kita menanggapinya secara berlebihan lalu terjebak dalam sebuah diskusi atau debat kusir untuk membahas hal tersebut?
Perlu diingat, peserta dan pemimpin rapat harus mampu membatasi dan memisahkan mana yang menjadi data, fakta, atau bukti otentik yang layak dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dalam rapat dengan pernyataan-pernyataan subjektif, mentah dan tidak berdasar. Bukti, fakta dan data harus menjadi acuan utama dalam membahas suatu permasalahan supaya hasil yang dibuat pun tidak bersifat mentah dan tidak utuh.
Ketika kita akan membahas tentang perilaku siswa di kelas, guru hanya perlu menyampaikan fakta, pengalaman empiris dan bukti atas apa yang dilakuka oleh seorang siswa tanpa harus membeberkan berita anak dalam kesehariannya yang berdasarkan katanya atau menurut berita yang saya terima karena hal itu tidak relevan untuk disampaikan di forum. Atau ketika akan membuat strategi pemasaran, peserta rapat diwajibkan untuk mempersiapkan data yang lengkap dan terukur dalam menyampaikan prediksi, saran dan masukan. Hal ini akan meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Ketujuh, tidak ada kesimpulan dan notulensi hasil rapat
Ini sering terjadi bila rapat tidak disertai oleh sekretaris rapat atau notulen rapat. Berakhirnya rapat karena faktor waktu yang sudah melebihi target yang ditetapkan dan akhirnya peserta memilih mempercepat rapat dengan tergesa-gesa. Pemimpin rapat akhirnya menutup rapat tanpa membuat sebuah kesimpulan atau membacakan hasil akhir rapat tersebut.
Peserta rapat terdiri dari beberapa tipe, diantaranya tipe pengikut, tipe pemberontak, tipe penggembira maupun tipe tidak peduli. Semua tipe tersebut memiliki karakter yang berbeda dalam memandang sebuah keputusan, jalannya rapat atau tanggapannya atas hasil rapat.
Dengan adanya kesimpulan dan notulensi rapat maka hal itu akan meminimalisir terjadinya kesalahpahaman dari hasil rapat yang dibuat karena peserta dapat mendengarnya secara lebih fokus, kemudian membacanya secara jernih. Dengan demikian mereka akan memahami hasil rapat dengan lebih baik.
Demikian tulisan ini saya buat untuk memberikan sedikit pencerahan bagi penulis sendiri atau untk semua pihak yang sering terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Semoga tulisan ni jga mampu menjadi kajian diskusi rekan-rekan yang lain untuk menjadikannya sebagai pedoman bersama bagi kelancaran rapat dan pelaksanaan program.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kemajuan organisasi yang kita kelola. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar