Malam belum larut benar. Jam di ruang tamu rumahku berdentang 10 kali. Sering aku protes kepada papa ku untuk menjual jam itu karena suara jam itu membuatku merinding. Sebuah jam tua warisan dari kakekku berbentuk lemari besar dengan tenaga dentangan dari bandul yang terus bergerak ke kanan dan ke kiri. Bandul itu bergambar sebuah binatang abstrak. Suara dentangan itu menggema karena efek kayu jati dari badan jam tersebut. Entahlah, setiap liburan, suara jam di rumah bagiku bagaikan panggilan untuk roh-roh iseng yang sedang gentayangan di sekitar rumahku.
Tapi aku juga sering berusaha untuk tidak peduli. Ketika sedang asyik mengerjakan sesuatu atau mendengar musik cadas, aku sejenak melupakan suara jam itu. Ah...sudahlah....! aku tutup kedua telingaku dengan bantal. Aku ingin cepat tidur, semoga aku sudah pulas sebelum jam itu melakukan kembali ritualnya.
Tak ada pikiran yang membuatku harus begadang! PR yang selama ini sering mengintimidasi hari-hari, tugas yang selalu memperkeruh pikiranku, masalah pertemanan yang sering membuat hari-hariku, kini benar-benar hilang seiring dengan berakhirnya sederet ujian yang telah saya lalui.
Huaaaaaaaah.....akhirnya saya bisa ngantuk juga. Sedikit demi sedikit mataku terpejam......
Tok...tok...tok....!
Aku tak peduli!!
Tok...tok...tok...!!
Masih tak peduli!!
Tok...tok...tok...!!!
Akhirnya....saya senang karena menurut etika kalau tiga kali ketukan tidak di buka maka si tamu harus segera pergi dan tidak menteror tuan rumah dengan ketukan ke-empat.
Tok...tok..tok...tok...tok...!!!!!
Aaaaaaaaaaaaaaarggghhhh.....
Ternyata ada tamu yang tidak tahu diri! Bukan lagi empat kali...tapi suaranyapun semakin keras. Aku tahu malam ini saya sedang sendiri di rumah! Tapi ya Tuhan....mengapa harus Kau kirim tamu ngga tau etika itu kepadaku....
Bahkan untuk malam ini aku tak ingin sahabat sekalipun untuk mengangguku . Ngga nafsu! Apalagi kalau yang datang adalah Pak Hansip yang akan menagih iuran siskamling. Udah kumisnya ga rapih...wajahnya juga rada-rada genit kalau liat aku....
Oya...aku wanita pemberani dan tidak pernah keberatan dengan kesibukan orang tuaku yang memaksa mereka jarang di rumah.
Tok...tok...tok...tok...tok...tok....
Huh...aku bangkit dari tempat tidurku dengan enggan dan membuang jauh-jauh keinginanku untuk bisa tidur sebelum jam itu berdentang lagi! Jam itu lagi!
Sedikit ku geser langkahku...bukan untuk membuka pintu tapi hanya ingin melihat wajah tamu kurang ajar itu!
Kubuka gordyn rumahku dengan sangat hati-hati dan pelan. Ku keluarkan pandanganku pada balik pintu. Sesosok tubuh yang aku sangat kenal. ”PACARKU” sedikit aku mendesisi kaget. Ngga mungkin pikirku...! dia sekarang lagi sekolah di Surabaya dan tidak ada informasi kalau dia akan ke Bandung, sekarang! Malam dan mengetuk pintu. Lagi pula sepintas diantara bayang-bayang lampu depan rumah aku melihat bajunya kotor dan wajahnya...
wajahnya...
Aku bergegas ke kamar tidur dan langsung menyambar handphone yang sudah dari tadi aku matikan. Aku telepon handphone dia. Mailbox! Lalu segera aku teleppon rumahnya.
”ooooo....neng Dena...kok malam-malam gini telepon...? ada apa neng” sambut suara wanita dari seberang sana yang sangat aku hapal adalah ibu dari Rio, pacarku! Aku tanyakan apakah Rio ada di Surabaya. Ibunya di Surabaya karena mengikuti suaminya kerja dan anaknya yang kuliah di sana. Padahal keluarga ini asli Bandung.
”Lho katanya dia akan ke Bandung untuk temuin neng Dena dan memberikan kejutan karena besok ulang tahun khan? Emangnya belum datanng toh jeng? Padahal dari tadi pagi lho. Oya...selamat ulang tahun ya!”. Balas ibu Rio. Tak ada guratan khawatir di nada suaranya. Tidak dengan diriku. Sosok tamu di depan rumah benar-benar membuatku shock!
Wajahnya....penuh darah dan tanah merah. Atau merah darah...?
Badannya jelas tegap tapi dengan tangan yang menurut ku tidak normal. Seperti bengkok ke dalam karena patah. Patah!
Aku sejenak berpikir, kemana lagi menanyakan lagi keberadaan Rio. Semua temannya aku tidak begitu kenal. Karena kalaupun Rio menyebutkan nama teman-temannya, semua ada di Surabaya. Aku tak begitu mengenal teman-temannya ketika dia di SMA dulu di Bandung.
Jantungku kembali berdetak kencang.
”Denaaaaaa.....dena....tolong........” suara berat tiba-tiba muncul dari balik pintu. Ya Tuhan apa arti semua ini.
Ya ampun...malam ini khan malam Jum’at!
Teng...teng...teng...8x
Jam sebelas malam? Secepat itukah aku tercekam ketakutan?
Suara itu jelas suara Rio, tapi mengapa lebih berat dan seperti sedang kesakitan? Aku takut dia celakan!
Mungkin saja dia mengalami kecelakaan di jalan dan ....seperti banyak film atau cerita pendek yang aku baca...
Pacarku meninggal lalu ruhnya mendatangiku untuk sekedar mengucapkan ulang tahun padahal dia sudah meninggal beberapa jam sebelumnya.
Hiiiiiiiiiiiiiiiihhhhhhh.....untuk kasus ini aku ralat kalau aku adalah wanita pemberani!
”Dennnnnaaaaaaa.......aku rio na....aku ngga tahan...tolong...aku sakit!”
Kembali aku ke kamar. Kali ini aku bawa sebuah kitab kecil. Aku buka dan kucari sebuah ayat yang sering diyakini bisa mengusir makhluk halus atau hantu. Aku baca dalam hati sambil bergetar. Dengan terbata-bata aku baca, bukan karena hanya takut, tapi memang karena aku ngga bisa bacanya. Ini juga aku baca huruf latinnya!
”Dennnnnnnn....aaaaaaa!”
”Dennnnnnnn....aaaaaaa!”
Buk....buk...buk....kini bukan lagi ketukan tapi sudah berubah menjadi gebukan di pintu. Aku takut arwah itu itu memasukan tangannya menembus pintu rumahku. Aku terus memandang pintu sambil memperkeras suaraku supaya terdengar oleh arwah di balik pintu itu!
”Dennnnnnnnnnnnnn...”
Berhenti!
Berhenti!
Aku tunggu sejenak! Alhamdulillah benar-benar berhenti! Hebat, dulu aku ragu dengan kekuatan ayat-ayat suci ini, tapi sekarang aku harus ku akui kalau ayat-ayat ini ampuh mengusir syetan sekalipun. Terima kasih Tuhan, aku akan shalat nanti subuh!
Aku jinjit menuju kamarku. Menarik selimut dan kemudian mencoba tidur. Malam begitu lama aku rasakan dan dentangan jam tua itu setia menemaniku sampai dentangan berjumlah lima kali.
”Anda dimana saat korban mengetuk pintu rumah anda....”
Siang ini aku tengah di kantor polisi untuk menjadi saksi kematian seorang pemuda yang mengalami kecelakaan 200 meter dari rumahku. Karena tabrak lari, kata polisi yang sedang berada di depan ku saat ini.
Dan pemuda itu bernama Rio, seorang mahasiswa dari Universitas di Surabaya. Dia meninggal karena kehabisan darah tepat di depan rumahku!
Imam Wibawa Mukti
17 Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar