Tempat makan sore itu terlihat sangat sepi. Hanya ada beberapa orang dan pasangan yang terlihat duduk santai di café ini. Salah satunya adalah dan Jo, kekasihku. Suasana sore yang diguyur hujan rintik membuat orang enggan keluar rumah walaupun hanya untuk sekedar makan atau bersantai di tempat makan seperti ini.
Iringan musik lembut mengalun mengiringi pembicaraan antara dengan Jo. Pasangan demi pasangan keluar masuk café dalam hitungan menit, tapi dan Jo sudah duduk di tempat ini lebih dari satu jam.
Kami jarang bertemu karena Jo selalu bolak-balik Bandung-Jakarta untuk shooting beberapa sinetron yang dibintanginya. Pacarku…yang dulu kagumi karena kecantikannya, kini sudah menjadi calon bintang sinetron masa depan. Memang baru sebatas figuran tapi yakin ini bukan yang pertama dan akhir perjalanannya menjadi seorang artis.
Ketika pertama kali dia memberitahuku bahwa dia mendapatkan tawaran untuk ikut bermain sinetron bersama Nikita willy, senang dan sangat mendukungnya. beri dia semangat untuk mengambil kesempatan itu tanpa berpikir panjang. Yang tahu, kesempatan tidak datang dua kali. Apalagi senang dan bangga bila dia bisa bermain dengan Nikita willy, bintang sinetron yang cukup aku kagumi.
Itu 6 bulan yang lalu.
Sekarang, ada tiga sinetron yang dia bintangi dan itu sudah cukup menyita waktunya. Dalam seminggu dia harus ketinggalan pelajaran di kelas tiga sampai empat hari. Hanya hari Senin dia bisa masuk kelas. Itu pun dengan kondisi yang terllihat lelah. Jangan tanya bagaimana dia bisa menyelesaikan tugas atau PR-nya. Mungkin sudah tidak ada waktu untuk sekedar memikirkannya. Dia ketemu dengan aku hanya Senin siang sepulang sekolah atau malam. Seperti sekarang ini. Siang setelah sekolah bubar, masih sempat mengajaknya makan di café yang biasa kita datangi bersama teman-teman. Sampai sore ini. Senin sore.
Merasa tidak ada yang berubah pada dirinya. Tetap manja dan manis, penuh senyum dan masih terlihat sangat mencintaiku. tak tahu entah sampai kapan. Sore itu memuaskan hasratku untuk terus memandang wajahnya.
“Rindu…jelek…! Kenapa kamu liat kaya ngeliat hantu gitu sih…?” jeritnyanya pelan dan manja. hanya menjawabnya dengan senyum. sadar, Jo sebenarnya senang dan bangga bila dilihat seperti itu. Tatapan tajam namun sayu penuh kekaguman. Sebagai anak satu-satunya dari keluarga yang mapan, cukup membuatnya menjadi pusat perhatian keluarga. Ditambah dengan kecantikannya yang luar biasa telah menempatkan dirinya menjadi pusat dunia di sekelilingnya. Dan lah yang sekarang menjadi “pemilik” seutuhnya.
“Rindu…kemarin waktu shooting sinetron “Jadilah Millikku Selamanya”, ada cowok rese banget. Masa dia ngajak pergi makan pas lagi break. Mana ngajaknya ke tempat yang jauh lagi…”
“Belum lagi sutradara yang geje…masa dia bilang ini wanita tipe yang disukai pak produser. Emang begitu ya kalau dunia artis? Mesti dibumbui cerita-cerita serem…”
“Rinduuuu….jelek…! kamu teh diam aja sih…?” teriaknya kembali. Dan tetap memandang tajam matanya sambil tersenyum. ingin benar-benar bisa menikmati kecantikannya. sadar suatu saat dia akan pergi, entah untuk alasan apa, siapa dan mengapa.
“Kamu cantik sekali…seperti biasanya!” jawabku. memandangnya dengan tatapan yang berubah menjadi sayu. Perlahan hati menjadi semakin gelap.
Aku berdiri…
“Sebentar ya…aku mau ke kamar kecil dulu”. Dan langsung bergegas menuju kamar kecil. memandang diriku sendiri di depan cermin bening dihadapanku dengan seksama. Sebuah wajah yang sebenarnya sendiri kurang sukai. Kulit hitam, hidung yang tidak mancung dan dahi agak menjorok ke depan. Lalu bayangkan Jo dengan segala kecantikannya yang luar biasa. Kalau ada pepatah yang mengatakan “bagai si bongkok mendapatkan bulan…” itulah aku. Entahlah…apakah ini sebuah kebetulan? Atau sebuah bencana? mencoba tersenyum, tapi…ah…sudahlah…”. kemudian membasuh muk agar terlihat lebih segar. Sebuah jurus andalan satu-satunya dan kosmetik alami yang paling umum laki-laki lkan untuk membuat wajah selalu terlihat lebih baik.
Dan segera kembali.
Ketika keluar dari pintu toilet, badanku terhenti. Melihat Jo sudah tidak duduk lagi sendiri. Dua lelaki yang sangat tampan itu berada bersamanya. Tak ingin menganggu ketiga orang tersebut dengan kehadiranku aku memilih duduk ditempat lain yang kosong.
Kurang lebih 15 menit menunggu mereka pergi.
“Kamu kemana sih…membiarkan aku menunggu kamu sambil ditemani orang-orang rese…” kata Jo. Jo terlihat sangat marah. Aku sangat menikmati setiap marahnya. Kecantikannya tidak pernah pudar walau wajahnya menunjukkan kemarahan.
“Rindu sini! Aku mau cerita…” katanya dengan menarik tanganku.
“Malam minggu kemarin, aku diantar oleh anak dari produser dari sinetron yang aku bintangi. Aku terima ajakannya karena waktu itu aku ngga ada yang nganter pulang Rindu…” katanya dengan sendu. Aku diam. Aku tahu “saat itu” semakin dekat.
“Maaf ya rindu…bukan aku ngga ngehargain perasaan kamu, tapi aku bener-bener terdesak. Waktu kamu bilang ada travel yang bisa aku pakai jasa buat anter jemput, ternyata kenyataannya ngga segampang itu. jadwal shooting ngga jelas kapan selesainya terus begitu selesai shooting aku cape banget jadi ngga mungkin ngurus-ngurus travel….maaf ya! Plisssss!”
Aku memegang tangannya tanpa mampu berkata-kata. Yang aku ingin lakukan sekarang adalah meremas tangannya dan merasakan cintanya selagi aku bisa. Aku sangat menyayanginya dan masih ingin bisa merasakannya walaupun ini adalah yang terakhir.
Dadaku bergemuruh karena cemburu tapi aku berusaha menyembunyikannya hanya karena tidak mau kehilangan moment-moment terindah bersamanya. Hanya itu. kalau aku lampiaskan cemburuku lalu terjadi pertengkaran, lantas kapan aku bisa menikmati kecantikannya? Merasakan cintanya yang masih polos dan lugu?
“Aku sih pengennya ngga dianter dia tapi ama sopir production house. Cuma ga tau malem itu mobil tiba-tiba dipakai. Pas aku baca sms kamu kalau bisa jadi anak produser itu emang yang ngatur, aku jadi takut Cuma mau gimana lagi? Bukan ngga mikirin sms kamu yang bilang kalau kamu merasakan si Andrew itu suka ama aku, tapi aku rasa itu yang paling gampang aku lakukan karena aku cape” lanjutnya.
Aku berdiri. Sebelum aku melanjutkan langkahku, aku sempatkan bertanya.
“Jelaskan kepadaku satu alasan kenapa kamu ngga berani menolaknya! Padahal mungkin kamu juga tahu kalau dia suka ama kamu”
Aku pergi.
“Rinduuuu…kamu tuh kenapa sih!”
“Aku khan udah jujur ama kamu….kurang apalagi aku?” teriaknya. Kini jauh lebih keras.
Aku tetap pergi meninggalkannya.
Di rumah, aku matikan handphone. Aku merebahkan tubuhku yang lemas karena terbakar cemburu. Waktu ku semakin sempit.
“Jo…maaf, mungkin sekarang lah saatnya aku memberikan kau kebebasan. Siapa bilang aku tak cemburu…? Siapa bilang aku tak sayang? Aku hanya ingin melihatmu berhasil menjalani hidupmu yang masih sangat panjang. Aku melepaskanmu karena aku sayang kamu” desahku lirih.
Sambil melihat Jo yang sedang bermain sinetron di televisi swasta aku lirih merasakan setiap goresan pedang cemburu di dadaku. Jo tengah bermain dengan anak produser itu di sinetron. Aku tatap wajahnya. Aku tak tega melihatnya sanggung bermain di televisi. Menjadi bintang adalah cita-citanya selama ini. Dan aku tak mau menjadi kerikil untuk kariernya yang tengah menanjak.
“Kenapa kamu harus terima ajakan dia Jo?”
“Apa yang kalian bicara di mobil selama perjalanan dari Jakarta ke Bandung?”
“Kenapa kamu ngga denger peringatan saya Jo?”
“Kenapa kamu cerita dan membuat hatiku bergemuruh Jo”
“Siapa bilang aku tak cemburu Jo?”
Aku hapus semua sms Jo. Aku tutup mataku.
“Maaf Jo, aku harus melupakanmu sekarang juga…”.
1 komentar:
nya kudu atuh cemburu mah..
ma enya nteu cemburu..
Posting Komentar