Tuhan menciptakan manusia karena cinta...setelah itu....????
Minggu, 01 November 2009
KRIMINALISASI KPK
Saya awam dibidang hukum. Saya awam dibidang ilmu pemerintahan. Saya awam dibidang ilmu kriminal.
Namun untuk melihat kasus penahanan pimpinan KPK oleh Polisi, hati nurani jauh lebih dominan ketimbang akal dan ilmu. Saya rasa ini manusiawi karena secara kasat mata polisi melakukan sebuah tindakan yang menempatkan para pimpinan KPK ini dalam posisi tertindas, sehingga jangan heran apabila opini masyarakat kemudian berkembang untuk membela KPK.
Jangan salahkan masyarakat yang menggugat dan mempertanyaan proses penahanan ini! Mungkin secara hukum, polisi dapat melakukan bantahan dan sanggahan terhadap berbagai hal yang menyudutkan proses penahanan tersebut dan menganggap bahwa masyarakat tidak paham dan mengerti hukum. Dengan dalih alat bukti yang cukup dan prosedur hukum yang ketat, polisi akan mudah mematahkan argumentasi apapun dari masyarakat yang menggugat masalah tersebut yang lebih mengedepankan opini dan perasaan.
Tapi apa pendapat kita bila 19 tokoh Indonesia yang memiliki ilmu dan latar belakang sebagai orang yang memiliki komitmen tinggi untuk memperjuangkan keadilan, kesejahteraan dan kebenaran tegak di negara ini? Apakah tindakan mereka hanya dilatarbelakangi oleh emosi, opini semata dan perasaan saja? Apakah mungkin mereka mengedepankan rasa ketimbang akal atau mengedepankan emosi ketimbang pengetahuan mereka?
Dengan munculnya 19 orang (+) tokoh nasional yang “pasang badan” untuk pimpinan KPK, berarti ada sesuatu yang menurut hati dan akal mereka tidak beres dalam kasus ini.
NYOLOK MATA BUNCELIK!
Itu ungkapan dalam bahasa sunda yang artinya melakukan sebuah tindakan “salah” dengan sengaja dan dilakukan terang-terangan. Dan itulah yang terjadi pada polisi dalam penahanan pimpinan KPK.
Apapun alasan yang dikemukakan dan tindakan yang dilakukan oleh kepolisian dalam kasus ini, ternyata tidak bisa menghapus anggapan masyarakat bahwa telah terjadinya rekayasa dan kriminalisasi polisi terhadap KPK.
Apa saja tindakan polisi yang memiliki karakteristik “nyolok mata buncelik” tersebut:
Penangkapan, penahanan dan proses pengadilan terhadap Ketua KPKm Antasari Azhar. Dalam proses penanganan kasus ketua KPK, masyarakat sudah bisa membaca ada semacam permainan tingkat tinggi untuk melenyapkan figur ini dengan kasus yang terkesan dibuat-buat. Kita akan lihat bagaimana akhirnya kasus ini (dengan jaksa dan hakim yang takut dengan sepak terjang KPK? Kita tidak bia berharap banyak). Namun ternyata, masuknya Antasari tidak membuat pimpinan KPK lainnya gentar! Malah sangat terkesan KPK justru semakin pasang badan untuk memberantas korupsi diberbagai lembaga. Dan ini semakin membuat orang-orang yang merasa terancam dengan keberadaan KPK merasa perlu bertindak cepat untuk menghentikan langkahnya.
Namun apa yang terjadi? Tindakan mereka menjadi sangat terburu-buru, tanpa pertimbangan masak dan yang lebih parah lagi adalah ketidakmampuan mereka untuk bertindak dengan penuh “kebijakan” dan kesabaran. Penetapan Bibit dan Chandra dengan tuduhan yang berganti-ganti, dengan ketidakjelasan barang bukti dan alasan penangkapan yang diikuti dengan penahanan mereka, benar-benar menunjukkan kepanikan Polisi dalam menangani kasus ini. DAN ITU SANGAT KASAT MATA! NYOLOK MATA BUNCELIK!
Begitu juga dengan tindak lanjut penanganan Kabareskim Polri Susno Duadji yang tidak jelas dan tegas semakin mempertontonkan dagelan politik tingkat tinggi. Ketika pimpinan KPK diduga menyalahgunakan wewenang, mereka langsung ditangkap sementara ketika pimpinan mereka sendiri diduga menyalahgunakan wewnang, mereka seolah buta dan tuli sehingga tidak mampu melakukan tindakan apapun yang dapat memperlihatkan itikad baik dalam penyelesaian kasus ini.
Kita semua tentunya menjadi bertanya-bertanya, ada kepentingan apa yang tersembunyi dari tontonan ini? Polisi begitu bernafsu untuk menangkap para pimpinan KPK, sementara mereka sendiri tidak mau tahu tentang kemungkinan kesalahan yang dilakukan aparat mereka sendiri.
Kemudian berkembanglah opini dimasyarakat bahwa KPK adalah korban dari ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita melawan korupsi. Korupsi telah menjadi tulang, darah dan ruh dari bangsa yang selalu mengagungkan etika, moral, budaya ketimuran dan agama. Inilah bangsa yang telah diselimuti misteri dari kekuatan maha dahsyat yang bernama kolusi. Bekerjasama untuk melakukan korupsi secara massal, sistematis dan terencana sangat bak, sehingga lembaga, institusi ataupun kekuatan lain takkan mampu menghalaunya. Inilah bangsa besar yang mengaku dan selalu bangga dengan nilai pancasila sebagai tameng dari kekacauan administrasi dan moral bangsa ini.
Dan apakah itu juga polisi?
Polisi selama ini memang digariskan untuk menjadi garda terdepan dalam penegakkan hukum. Berpeluang untuk menjadi pahlawan-pahlawan penjaga keadilan sekaligus berpeluang menjadi pion kecil dalam dunia catur yang jangankan mereka, bahkan perdana menteri dan rajapun ditentukan oleh tangan dan benak orang yang berada di belakangnya. Polisi memang sangat mungkin melakukan hal-hal untuk menegakkan hukum sekaligus juga melukainya. Menegakkan sekaligus merubuhkannya. Menjaga sekaligus membunuhnya.
Tapi ini terlalu nampak. Ini terlalu kasar. Ini terlalu keterlaluan, sangat terlalu.
TAPI MENGAPA?
Melihat tindak-tanduk Anthasari azhar dan rekan mereka di KPK selama ini, saya pribadi sangat khawatir dan telah memprediksikan hal seperti ini akan terjadi. Tapi siapalah saya. Karena mungkin perasaan ini juga dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebuah ketakutan ketimbang sebuah perasan gembira. Sebuah ironi bangsa bernama Indonesia!
Berbagai penangkapan yang dilakukan sangat demonstratif dan berani. Berbagai tokoh kelas kakap terus dibantai dan disikat dengan segala kekuatan dan fasilitas yang dimiliki. Tak peduli apakah penangkapan itu di hotel, dijalan, dirumah, dikantor atau bahkan di kamar kecil sekalipun. KPK terus memburu koruptor kelas kakap, apakah itu pejabat negara, pejabat tinggi negara, direktur perusahaan, pimpinan pusat dan daerah, anggota DPR, menteri dan mantannya, polisi, jaksa dan seabrek profesi lainnya. Ini musibah! Musibah bagi KPK.
Para koruptor semua panik! Dan yang jelas dan pasti mereka tidak akan tinggal diam!
Bisa kita bayangkan, jiwa mafia telah mengalir dalam darah birokrat dan pejabat kita dan itu dengan sendirinya akan menggumpal menjadi sebuah kekuatan maha dahsyat dan tak kasat mata untuk menghentikan langkah KPK. Bagaimanapun caranya!
Jangankan yang terlibat secara langsung, bahkan berbagai pihak yang pernah merasakan budi baik dari tiap tetes uang korupsi itu pun tidak akan tinggal diam. Dalam sejarah budaya Indonesia, KORUPSI telah menjadi momok yang sangat menakutkan dan begitu gencar dianggap orang yang didiakwa korupsi akan dianggap sebagai setan yang menjelma menjadi manusia. Dan para koruptor ataupun para penyangga dan penikmatnya pun akan berusaha dengan mati-matian untuk mencegah itu terjadi kepada mereka. Ditangkap dan didakwa dengan tuduhan korupsi.
Mereka bisa jadi berasal dari para koruptor dengan kasus yang berbeda satu sama lain, tapi kesamaan nafsu dan ketakutan pada nasib mengakhiri karier atau hidup dipenjara telah menyatukan mereka. Tanpa komando, tanpa perintah dan tanpa organisasi, mereka menguat menjadi sebuah kekuatan tidak nampak untuk menjadikan KPK sebagai musuh utama yang harus disingkirkan saat ini. dilemahkan, dilumpuhkan, dimatikan dan dikubur dalam sejarah bangsa Indonesia.
Mereka bukan saja koruptor masa lalu. Mereka juga adalah para koruptor masa reformasi. Masa yang diharapkan menjadi masa pencerahan, masa keemasan atau masa transisi bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik. Tapi itu sekarang tinggal mimpi!
Dengan alasan penyalahgunaan wewenang, dengan dalih khawatir menjadi “super body”, dengan pembenaran karena menjaga demokrasi, dengan rasa khawatir merongrong hak asasi dan dengan gagah mereka berkata “ini tidak manusiawi”. Belajar dari penangkapan di hotel, dijalan, dirumah dan di kantor. Belajar dari penyadapan demi penyadapan, para koruptor itu menggunakan tangan “syetan” yang tak tampak untuk menarik benang-benang yang menggerakkan boneka-boneka negara, apakah itu presiden, menteri ataupun lembaga penegak hukum untuk mengganyang KPK sampai akar-akarnya!
Visi mereka untuk
DIMANA SBY?
SBY menang dengan sangat telak dan mayoritas. Tapi apakah itu pertanda bahwa SBY akan bertindak sesuai dengan kehendak rakyat? Ataukah justru proses kriminalisasi ini justru karena ada restu dari dia sendiri sebagai presiden.
Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil. Kemenangannya yang telak tersebut bukanlah tanpa biaya. “Jer besuki mowo beo!”. Setiap usaha pasti memerlukan pengorbanan, baik itu berbentuk uang ataupun dukungan dari semua pihak. Dan orang-orang yang berkepentingan dengan semua itu, salah satunya adalah para koruptor.
Mereka akan mendukung kandidat presiden yang paling mungkin menang dan paling mungkin bisa diajak bernegosiasi. Tidak mustahil, pengekebirian dan pelumpuhan bahkan mematikan KPK dijadikan salah satu point yang masuk dalam daftar agenda. Sekali lagi, ini terlalu nampak dan telanjang walaupun semua pihak yang terlibat menolak dan membantah hal tersebut.
Dimana presiden sekarang? Dengan alasan wilayah hukum, dia menyatakan tidak akan campur tangan dan menyatakan akan pasang badan bila ada yang akan menghancurkan KPK. Pertanyaannya, KPK yang mana yang akan dibela? Apakah KPK yang sekarang disimbolkan dengan para pimpinannya yang teraniaya, atau KPK versi pemerintah dengan orang-orang baru dan dipilih presiden?
Terlalu riskan baginya untuk terus “mendua” dengan mengenakan dua topeng. Topeng tampil sempurna sebagai sosok presiden yang nampak membela rakyat, dan topeng sebagai brooker berbagai kesepakatan dengan berbagai pihak yang mendukungnya sebagai presiden dan tak tampak.
Benar, individu pelaksana KPK bisa berbuat salah karena mereka juga manusia yang bisa khilaf. Namun kalaupun demikian, berikan kami bukti yang kuat bahwa mereka memang layak diperlakukan seperti layaknya kriminal! Kalau tidak, bebaskan tanpa syarat dan lindungi keberadaan mereka untuk menghancurkan korupsi di bumi tercinta ini.
KPK MEMANG HARUS “SUPER BODY”
Karena korupsi di Indonesia telah sedemikian merasuk dan menjadi ruh dari setiap kegiatan negara dan institusi yang ada, maka untuk memberantasnya sangat diperlukan lembaga yang jauh lebih berkuasa dan memiliki berbagai kewenangan untuk mengungkap semua kasus korupsi dengan cepat dan tepat. Dan itu telah ditunjukkan oleh kinerja KPK selama ini!
Korupsi di Indonesia sudah diluar batas kewajaran tindakannya, sistematikanya, kinerjanya, pelaku dan pendukungnya. Mereka telah terlalu kuat dan solid untuk diberantas oleh lembaga yang ada, karena lembaga yang ada pun tidak lepas dari nuansa korupsi didalamnya. Bagaimana korupsi sudah sangat menyebar dan mengakar dari itngkat pusat sampai ke daerah dan institusi terendah di masyarakat. Harus ada tindakan “SUPERMAN” untuk memberantasnya! Harus ada lembaga “SUPER BODY” untuk menghancurkannya. Dan harus ada sistem diluar kebiasaan untuk melakukannya dengan efektif efisien dan “kebal” intervensi, sekalipun besan anda terlibat dalam kasus yan ditangani .
Masalah penyadapan telepon misalnya, menjadi senjata sangat ampuh untuk mengetahui sepak terjang mereka yang akan, sedang dan telah melakukan tindakan korupsi. Banyak koruptor terjebak karena kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan kepada setiap individu di negara ini.
Sepintas ini melanggar hak asasi manusia karena menganggu “privacy” seseorang. Tapi pertanyaannya, mengapa harus merasa terganggu dengan penyadapan bila memang tidak melakukan hal yang menyimpang dan melanggar hukum. Orang yang berteriak keberatan dan mengatasnamakan hak asasi manusia terhadap kewenangan penyadapan ini jelas adalah orang yang merasa terganggu karena aktivitasnya menjadi lebih sulit dan terbatas. Toh penyadapan tersebut pasti telah melalui berbagai prosedur internal KPK dan disepakati oleh semua unsur dalam pimpinan KPK sebagai lembaga yang berwenang untuk itu.
Dengan penyadapan telepon, koruptor selama ini bisa ditangkap tangan ketika sedang melakukan transaksi. Korupsi di negara kita sudah tidak bisa diberantas dengan sistem peradilan yang ada karena berpotensi memunculkan korupsi lainnya baik ditingkat hakim, kejaksaaan dan juga di kepolisian.
DUKUNGAN KEPADA PIMPINAN KPK!
Oleh karena itu, tulisan ini saya dedikasikan untuk para pimpinan KPK yang sangat berani menentang kekuatan maha dahsyat dan tak tampak mata namun sangat rakus dan kejam. Tulisan ini sebagai bentuk dukungan terhadap lembaga dan para penyelenggara KPK.
Berjuang terus, cicak!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar