Senin, 30 Maret 2009

Kosong dan Hening

“Seandainya kamu hanya melihat apa yang ditampakkan oleh cahaya dan hanya mendengar apa yang dibunyikan oleh suara, maka sebenarnya kamu tidak melihat dan mendengar apapun”
(Khalil Gibran)

Pernahkah sesaat kita sembunyi dari cahaya dan suara?
Menjebakkan diri dalam kegelapan dan keheningan sejati ?
Sadarkah bahwa hakekat kehidupan itu adalah kosong dan hening ?
Badan kita terdiri dari sel dan atom, dimana diantara kedua zat tersebut ada ruang kosong yang lebih besar ketimbang sel atau atom itu sendiri. Atom adalah neutron yang dikelilingi proton dan elektron, dan diantara ketiganya justru kekosongan itu yang menyelimuti !
Bukankah bumi ini hanyalah setitik debu di padang pasir alam semesta yang tidak terbatas. Dan di alam semesta, ruang kosong jauh lebih luas ketimbang zat padat,planet, matahari, bulan dan galaksi itu sendiri !
Lantas mengapa kita begitu senang terjebak dalam keramaian dan gemerlap cahaya yang menipu?
Sementara dulu kita menangis dilahirkan karena kehilangan hening yang sejati di rahim ibu.
Kita kehilangan kesejatian diri karena sibuk dengan riuh rendahnya ambisi, nafsu dan emosi.
Kita kehilangan hening diri karena disesaki oleh desakan duniawi, lahir dan naluri.

Mari sejenak kita mengasah hati dalam hening...
Sendiri...
Meresapi bahwa hidup ini hakekatnya adalah sendiri...sepi...kosong...
Takkan lagi dunia membuatmu gila...
Takkan lagi keramaian membuatmu pening...
Takkan lagi ambisi membelenggumu dalam waktu tak berbatas...
Takkan lagi nafsu merasuki jiwamu...

Sejenak saja...hening dalam meditasi jiwa yang hakiki...
Sejenak saja...hening dalam meditasi jiwa...
Sejenak saja...hening dalam meditasi...
Sejenak saja...hening ...
Sejenak saja...
Sejenak...
...

Bandung, 30 Maret 2009

Minggu, 29 Maret 2009

“TUHAN” ITU TIDAK ADA

Hati-hati dengan judul diatas! Saya yakin akan banyak protes bila hanya melihat judulnya saja!

Pernahkah kita mendengar ada dua golongan bertengkar karena keduanya mengatasnamakan TUHAN? Mereka dari golongan agama yang sama, dengan Tuhan dan Nabi yang sama. Lantas apa yang mereka permasalahkan sampai harus berlomba mencabut nyawa dari saudara-saudara sendiri?
Apakah Tuhan memang harus dibela dengan darah? Apakah memang itu tujuan Tuhan menciptakan manusia dengan segala fitrahnya ? Apakah Tuhan tidak sanggup membuat dunia ini satu jenis warna kulit manusia, satu bangsa, satu bahasa, satu agama dan satu simbol Tuhan?
Bagaimana kalau sekarang kita tinggalkan Tuhan sebagai simbol namun menjadikannya kesadaran bahwa kita berasal dari satu Tuhan, siapapun Dia! Bagaimana kalau kita berhenti memperlakukan Tuhan sebagai anak kecil yang menunggu dibela dan merengek meminta permen umat yang lainnya. Berhentilah menganggap Tuhan sebagai Akuntan yang terus menghitung manusia dari sudut jumlah dan mengklasifikasikannya dalam kategori untung dan rugi. Berhentilah juga menganggap Tuhan sebagai pengacara yang hanya akan membela siapapun yang membayarnya, dipihaknya, dan berhubungan dengan kepentingannya! Tentunya Tuhan bukan anak kecil yang perlu dibela bukan? Tentunya Tuhan bukan perengek permen dari jatah umat lain bukan? Tentunya Tuhan bukan akuntan yang hanya tahu untung dan rugi bukan, juga Tuhan tentunya bukan pengacara busuk yang menunggu kesempatan untuk meraih keuntungan dari sebuah proses mencari keadilan khan?
Tuhan itu Dzat, bukan simbol dari sebuah gambar, kumpulan huruf atau sebaris mantra! Tuhan adalah Dzat awal dan akhir yang mewujud dalam segala bentuk ciptaannya. Tuhan tentunya bukan Tuhan satu agama dan satu bangsa. Tuhan menciptakan semua alam semesta dan pasti bertanggungjawab atas semuanya. Tuhan tidak cuci tangan setelah penciptaan selesai dan Tuhan tidak istirahat setelahnya. Jadi tentunya kita semua tahu Tuhan ada dalam setiap gerak manusia. Lantas masih perlukah kita berteriak dan menghujat atas nama-Nya?
Jadi mari kita renungkan! Dimasa depan akan ada satu agama dan satu Tuhan. Agama yang diyakini oleh semua manusia, yaitu keyakinan bahwa Tuhan memberi makna atas keberbedaan. Sebuah rasa saling menghargai perbedaan tentang simbolisasi dan pencitraan Tuhan.
Semoga!

Bandung 28 Maret 2009

Kamis, 26 Maret 2009

Kenapa Harus Aku?

berjalan dipinggir trotoar....
merangkak di sisi jalan...
berguman....
mmmmmmhhhhh....kenapa aku tuhan....?
kau sandarkan dunia ini dipundakku padahal gunung, laut dan padang pasir saja tak kuat menahannya!
sekarang aku akan hilang dan musnah tanpa sisa...
dalam hitungan detik!
meninggalkan luka...

Selasa, 24 Maret 2009

BEKERJALAH KARENA TUHAN

Kalimat diatas terasa sangat hambar dan asing ditelinga kita saat ini! Tapi serius...kata itu terilhami oleh sebuah cerita nyata yang dialami sahabat, keponakan, rekan seperjuangan, menantu dari Nabi Muhammad SAW yaitu Ali Bin Abi Thalib.
”ketika Ali bertempur dengan salah satu lawannya dan lawannya tersebut sudah jatuh dan terdesak, Ali menodongkan pedangnya dan hanya tinggal mengayun pedang untuk memenggal kepala lawannya itu. Beberapa saat sebelum mengayunkan pedang, lawannya meludahi wajah Ali. Anda bisa bayangkan apa yang dilakukan Ali? Ternyata Ali menurunkan pedang dan pergi meninggalkan lawannya. Lawannya terkejut dan bertanya, ”kenapa engkau meninggalkan aku pada saat kau dalam posisi menang, bahkan aku meludahi wajahmu...? Ali menjawab,”tadi aku hendak membunuhmu karena Allah, tapi setelah kau meludahiku...aku khawatir aku membunuhmu bukan karena Allah tapi karena hawa nafsuku...!!!”
Bayangkan...! Beliau begitu hati-hati untuk bertindak karena khawatir tindakannya bukan karena Allah SWT.
Pernahkah kita berpikir sebentar saja apakah perkataan dan tindakan kita karena Allah atau karena hawa nafsu? Jangan-jangan segala pikiran, perkataan dan tindakan kita bukan karena allah SWT, khususnya dalam bekerja.
Ada yang bekerja karena takut tidak mendapatkan rejeki, padahal Allah tidak pernah memutuskan rejeki umatnya sampai kematian menjemput. Ada yang bekerja karena ambisi, padahal tidak ada ambisi yang bisa tercapai tanpa ijin-Nya. Ada yang bekerja karena mencari posisi, padahal dimata Allah tidak ada posisi terbaik disisnya kecuali takwa.
Tapi jauh lebih samar ketika kita bekerja mengatasnamakan Allah, padahal Dia ditempatkan jauh di bawah ambisi dan hawa nafsu. kita berteriak menuntut keadilan atas nama Allah, padahal semua itu tidak lebih dari umbaran hawa nafsu semata. Kita menjerit menentang penindasan atas nama rekan, padahal semua itu tidak lebih demi posisi semata. Kita menggugat ketidakbenaran seolah atas nama nilai-nilai kebenaran padahal tidak lebih dari sekedar demi porsi pundi uang.
Berbuatlah semaumu, berkatalah sesukamu, berpikirlah sebebas-bebasnya...tapi jangan pernah menganggap orang lain itu bodoh dan bebal...mulut mereka mungkin diam...tapi tidak dengan hatinya. Segala yang keluar dari hati akan sampai ke hati dan apa yang keluar dari mulut hanya akan sampai telinga.
Bekerjalah atas nama Allah karena itu tidak akan pernah bisa disembunyikan oleh fitnah dan praduga. Bekerjalah atas nama kebenaran karena hati tak mungkin di siasati. Bekerjalah atas nama membela rekan karena semua orang akan merasakannya.
Tapi jangan sekali-kali bicara yang tidak kita lakukan karena itu akan semakin menampakkan keborokan kita sendiri. Jangan berpikir yang tidak bisa kamu kerjakan karena itu semakin menampakkan kelemahan kita sendiri. Dan janganlah melakukan apa yang tidak kamu pahami latarbelakang-nya karena semua itu semakin menampakkan kebodohan kita sendiri.
Identifikasi kembali niat dan latar belakang dari apa yang kita kerjakan dan bicarakan. Lalu mulailah kembali untuk bertindak atau tidak sama sekali!!!

Bandung, 16 maret 2009

Laman